PURBALINGGA, KOMPAS.com - Lebih dari 10.000 buruh pabrik bulu mata dan rambut palsu di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah dirumahkan. Bahkan separuh di antaranya telah menerima surat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), awal tahun ini.
Pelaksana Tugas (Plt) Dinas Tenaga Kerja (Dinaker) Kabupaten Purbalingga, Budi Susetyono merinci, ada 5.984 buruh yang dirumahkan dan 4.147 buruh yang terkena PHK.
Baca juga: Di-PHK Setelah Bekerja 12 Tahun, Suryanto Bangkit dengan Singkong
"Perusahaan terpaksa mengambil langkah ini (PHK), karena produksi yang terus menurun," kata Budi kepada wartawan, Senin (15/1/2024).
Turunnya produksi tersebut, kata Budi, dipengaruhi oleh krisis global dan konflik geopolitik di Rusia-Ukraina. Berbagai faktor itu membuat permintaan produk kecantikan seperti bulu mata dan rambut palsu turun cukup signifikan.
"Perusahaan sudah melakukan beragam upaya mulai dari efisiensi, mengurangi jam kerja, meniadakan lembur, ada yang dirumahkan. Tapi sebagian ada yang di-PHK, karena memang tidak ada jalan lain," terang Budi.
Meski tengah mengalami masa sulit, namun Budi menekankan perusahaan untuk tetap memenuhi kewajibannya pada karyawan yang di-PHK.
"Terkait dengan kompensasi dan pesangon, kami siap memediasi antara perusahaan dan serikat pekerja. Jika ada perselisihan yang tidak bisa diselesaikan, maka akan diangkat ke Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Tengah," ujar Budi.
Untuk diketahui, data per Januari 2024, ada 39 pabrik rambut dan bulu mata palsu yang menyerap total 38.863 tenaga kerja di Purbalingga.
Perusahaan-perusahaan multinasional tersebut, 22 diantaranya milik investor asing dan 17 sisanya milik investor dalam negeri.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Purbalingga, Rocky Djungdjungan mengungkapkan, penurunan produksi tak hanya terjadi pada perusahaan PMA atau penanaman modal asing.
"Ini juga terjadi pada perusahaan penanaman modal dalam negeri atau PMDN. Kondisi ini sudah terjadi selama beberapa bulan," ucapnya.
Langkah merumahkan atau PHK massal terpaksa dilakukan untuk mempertahankan eksistensi perusahaan.
"Biasanya langkah tersebut sudah dikomunikasikan dengan serikat pekerja serta karyawan," kata Rocky.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.