SEMARANG, KOMPAS.com - Organisasi kesehatan dunia (WHO) telah mendesak pemerintah di seluruh negara untuk melarang penggunaan vape dengan perasa sejak tahun 2023 lalu.
Dalam hal ini, rokok elektrik atau yang dikenal dengan sebutan vape masih banyak digandrungi oleh anak-anak muda di Indonesia, tak terkecuali Kota Semarang.
Bahkan, menurut penelitian bertajuk Statista Consumer Insights, 25 persen responden asal Indonesia setidaknya menggunakan rokok elektrik berbentuk pena itu sesekali.
Salah satu pengguna vape, Adimungkas (27), mengaku, sudah mengonsumsi vape sejak tahun 2018 lalu. Dirinya menyebut, lebih nyaman menggunakan rokok elektrik dibanding rokok konvensional lantaran memiliki rasa yang bervariatif.
Baca juga: Pelajar SMP di Semarang Tewas Gantung Diri di Teras Belakang Rumah, Gunakan Tali Pramuka
Sehingga, ia tidak bosan untuk menggunakan vape setiap harinya.
"Asapnya juga lebih banyak dibanding rokok, terus semriwing di tenggorokan. Jadi lebih enak saja," ucap Adimungkas kepada Kompas.com, Selasa (9/1/2024).
Bahkan, Adimungkas menyebut, rokok elektrik memiliki harga cenderung lebih murah dibanding rokok konvensional.
Dalam satu bulan, Adimungkas mengatakan, bisa menghabiskan sekitar Rp 200.000 untuk membeli cairan vape.
"Paling satu bulan bisa habis Rp 200.000. Kalau beli mesin vapenya plus cairan Rp 250.000. Kalau dibanding sama beli rokok setiap hari, mending ini," tutur Adimungkas.
Baca juga: Dilarang Bawaslu, Stiker Capres dan Caleg Masih Ditemukan di Angkot Semarang
Kendati demikian, Adimungkas mengaku, kini dirinya sudah mulai mengurangi penggunaan vape lantaran khawatir dengan kesehatan tubuhnya.
"Setelah nge-vape pernah berpindah ke rokok. Tapi, sekarang sudah berusaha mengurangi dua-duanya. Entah itu vape atau rokok," ungkap dia.