Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rahmat Pulungan: Putusan MK Konsensus yang Harus Diikuti dan Dihormati

Kompas.com - 12/11/2023, 19:59 WIB
Candra Nugraha,
Farid Assifa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Aktivis 98 Rahmat Hidayat Pulungan mengimbau kepada semua pihak untuk menghormati keputusan yang sudah dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) terkait usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres).

Menurut Rahmat, meski putusan itu menuai kontroversi di masyarakat, namun harus diakui bahwa MK merupakan produk demokrasi yang sudah menjalankan tugas sesuai dengan prinsip demokrasi juga.

“Mahkamah Konstitusi itu adalah produk demokrasi. Kita semua sudah menyepakati demokrasi sebagai jalan tengah dalam mengelola pluralitas bangsa kita,” ujar Rahmat melalui pesan WhatsApp, Minggu (12/11/2023).

Baca juga: Aktivis 98 Rahmat Pulungan: Gibran Itu Ijtihad Politik Jokowi

Rahmat mengatakan, MK adalah salah satu ruang publik untuk menguji berbagai argumentasi rasional terkait aturan hukum. Lembaga ini menjadi medan diskursus berbagai pihak berkepentingan. Kemudian Ketika muncul sebuah keputusan dari diskursus rasional itu, baik ataupun buruk, setidaknya itu adalah hasil dari konsensus bersama, terutama para hakim yang menjadi representasi masyarakat karena dipilih oleh Presiden dan DPR sesuai Pasal 24C Ayat 3 UUD 1945. Sementara presiden dan DPR juga dipilih oleh masyarakat secara demokratis.

“Maka semua niat mau baik atau buruk dan kepentingan apapun, baik strategis maupun taktis, medan pertempurannya adalah Mahkamah Konstitusi. Apapun hasil yang diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi adalah produk dan konsensus yang harus diikuti oleh siapapun tanpa terkecuali,” tandas Rahmat yang juga aktivis muda Nahdlatul Ulama (NU) ini.

“Dari kasus soal usia ini bisa jadi triger untuk publik menggugat produk konstitusi dan regulasi kita yang tidak aspiratif dan representatif,” lanjutnya.

Ia menjelaskan, konstitusi dan regulasi harus bisa menjadi aspirasi dan representasi dari sebuah realitas dan entitas bangsa kita yang plural. Jika melihat dari materi gugatan di MK terkait usia capres-cawapres, hal itu sebenarnya mewakili mayoritas peduduk di Indonesia dan bahkan dunia.

Rahmat mengungkapan, pada Pemilu 2024, postur pemilih Indonesia adalah sebanyak 106.358.447 atau 51,93 persen dari total daftar pemilih tetap (DPT). Data ini adalah potret bahwa lebih dari 50 persen populasi penduduk Indonesia adalah usia muda. Ini yang sering kali disebut sebagai bonus demografi.

“Terkait materi gugatan syarat usia capres dan cawapres harus dilihat dari sudut aspirasi dan representasi postur pemilih dan populasi kita tadi,” ungkapnya.

Dengan demikian, lanjut Rahmat, harus disadari semua pihak bahwa keputusan MK itu sangat strategis bagi kelangsungan bangsa Indonesia.

“Secara sadar kita sebagai bangsa sudah terbuka untuk menyiapkan estafet kepemimpinan di semua tingkatan untuk semua warga,” katanya.

Selain itu, persiapan estafet kepemimpinan juga dilakukan agar Indonesia mampu bersaing di tingkatan global dengan mengoptimalkan generasi muda. Apalagi, saat ini mayoritas penduduk bumi ini adalah usia muda.

Hal itu, kata Rahmat, berdasarkan data dari World Meter bahwa pada tahun 2023 jumlah penduduk dunia secara real time adalah 8,04 miliar. Sementara menurut PBB, usia rentang 15-49 tahun pada 2023 ini diperkirakan sebanyak 4,01 miliar.

“Data menunjukkan perubahan yang cepat sekarang ini karena mesin penggerak adalah mereka usia produktif. Kompetisi yang ketat hampir terjadi di semua level dan ruang. Data di atas, kenapa kita harus menghabiskan energi meributkan soal usia capres dan cawapres. Keributan ini tidak lebih adalah propaganda politik dari sebuah kompetisi politik yang ketat,” katanya.

Soal Gibran

Terkait dengan munculnya Gibran sebagai bakal cawapres yang menjadi pusat kontroversi saat ini karena ia adalah putra sulung Presiden Jokowi, Rahmat melihat bahwa Jokowi adalah pribadi yang kompleks. Bisa kepala negara, presiden, politisi dan juga sebagai kepala keluarga. Sebagai kepala keluarga, Jokowi tentu saja ingin anak-anaknya memberi manfaat bagi bangsa dan negara.

“Keberanian Jokowi mendorong Gibran untuk maju cawapres atau Kaesang sebagai ketum partai, bisa kita lihat sebagai edukasi publik. Bahwa pendidikan keluarga adalah fondasi sebuah bangsa. Semua teori pendidikan dari dulu sampai sekarang menyimpulkan bahwa kepribadian dan kecerdasan seorang anak ditentukan oleh ekosistem keluarga,” katanya.

Baca juga: Sibuk Layani Swafoto, Gibran Batal Jadi Narasumber Kewirausahaan di Pangkalpinang

Rahmat pun mengutip sebuah peribahasa klasik bahwa buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya. Hal itu dimaknai bahwa kalau orangtuanya baik pasti anak-anaknya pun demikian.

“Seorang ulama pasti ingin anaknya untuk menjadi ulama, seorang dokter pun sama. Jadi wajar pula jika seorang Jokowi menginginkan hal yang sama untuk anak-anaknya. Sangat manusiawi. Menjadi poltisi adalah pekerjaan yang mulia jika dijalankan sungguh-sungguh, karena akan berkorban untuk kepentingan orang banyak,” katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kala Prajurit Kopassus Dilantik Tanpa Didampingi Keluarga Usai Jalani Pendidikan di Nusakambangan

Kala Prajurit Kopassus Dilantik Tanpa Didampingi Keluarga Usai Jalani Pendidikan di Nusakambangan

Regional
Usai Santap Makanan Pengajian, Puluhan Warga di Brebes Keracunan Massal

Usai Santap Makanan Pengajian, Puluhan Warga di Brebes Keracunan Massal

Regional
Berkunjung ke Aceh, Menpora Diminta Tambah Anggaran PON Rp 531 Miliar

Berkunjung ke Aceh, Menpora Diminta Tambah Anggaran PON Rp 531 Miliar

Regional
Prakiraan Cuaca Semarang Hari Ini Minggu 19 Mei 2024, dan Besok : Malam Ini Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Semarang Hari Ini Minggu 19 Mei 2024, dan Besok : Malam Ini Cerah Berawan

Regional
Tak seperti Pemilu, Peminat PPK dan PPS di Pilkada Menurun

Tak seperti Pemilu, Peminat PPK dan PPS di Pilkada Menurun

Regional
Mengenal Megathrust dan Hubungannya dengan Potensi Gempa dan Tsunami di Indonesia

Mengenal Megathrust dan Hubungannya dengan Potensi Gempa dan Tsunami di Indonesia

Regional
Usai Kecelakaan Maut Subang, Tim Gabungan Cek Kelayakan Bus Pariwisata di Banyumas

Usai Kecelakaan Maut Subang, Tim Gabungan Cek Kelayakan Bus Pariwisata di Banyumas

Regional
Soal 'Study Tour', Gibran: Jangan Dihilangkan

Soal "Study Tour", Gibran: Jangan Dihilangkan

Regional
Kebakaran Rumah di Bantaran Rel Kereta, Gibran Bakal Salurankan Bantuan Meski Tak ber-KTP Solo

Kebakaran Rumah di Bantaran Rel Kereta, Gibran Bakal Salurankan Bantuan Meski Tak ber-KTP Solo

Regional
Usai dari Lebak, 1.500 Warga Baduy Lanjutkan Perjalanan  Bertemu Pj Gubernur Banten

Usai dari Lebak, 1.500 Warga Baduy Lanjutkan Perjalanan Bertemu Pj Gubernur Banten

Regional
Kasus Penyerangan di Montong Lombok Barat, 2 Orang Ditetapkan Tersangka

Kasus Penyerangan di Montong Lombok Barat, 2 Orang Ditetapkan Tersangka

Regional
Siswi SMA Diperkosa Ayah Tiri dan Kakek, Pelaku Ancam Bunuh Ibu Korban

Siswi SMA Diperkosa Ayah Tiri dan Kakek, Pelaku Ancam Bunuh Ibu Korban

Regional
Isi Ratusan Liter BBM Subsidi di Kapal, 2 Warga Labuan Bajo Ditangkap

Isi Ratusan Liter BBM Subsidi di Kapal, 2 Warga Labuan Bajo Ditangkap

Regional
Sakit, 7 Calon Jemaah Haji Embarkasi Solo Ditunda Berangkat ke Tanah Suci

Sakit, 7 Calon Jemaah Haji Embarkasi Solo Ditunda Berangkat ke Tanah Suci

Regional
Tabungan Rp 5 Juta Terbakar, Penjual Angkringan di Solo: Padahal buat Mengembangkan Usaha

Tabungan Rp 5 Juta Terbakar, Penjual Angkringan di Solo: Padahal buat Mengembangkan Usaha

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com