SEMARANG, KOMPAS.com - Kota Semarang sebagai ibu kota Jawa Tengah merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia.
Bahkan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Kota Semarang menduduki peringkat ke-5 dengan biaya hidup tertinggi di Indonesia setelah Jakarta, Surabaya, Bekasi, dan Depok.
Total rata-rata pengeluaran per kapita di Kota Semarang mencapai Rp 3.257.315, sedangkan total rata-rata pengeluaran rumah tangganya sebesar Rp 13.680.725.
Hal tersebut diakui oleh sejumlah anak muda yang hidup dan tinggal di Kota Lumpia ini. Salah satunya pekerja swasta di Semarang, Arif (29).
Dia menilai, antara biaya hidup dan Upah Minimum Kota (UMK) yang dimiliki Kota Semarang tidaklah seimbang. Dirinya menyebutkan, harga kebutuhan pokok yang cenderung tinggi tidak dapat mencukupinya untuk menabung bahkan healing atau self reward.
"Dengan gaji UMK ya, jangankan untuk ditabung, healing untuk ngopi saja kita tidak cukup. Memang betul hasil survei BPS, biaya hidup tinggi, namun sebetulnya jauh dari sejahtera," ungkap Arif.
Dengan gaji UMK Kota Semarang, Arif mengalokasikannya untuk biaya sewa kos, makan, bensin, rokok, hingga angsuran sepeda motor.
Meski dinilai tidak cukup, Arif mengaku tidak pernah terpikir untuk melakukan pinjol ataupun judi slot.
Dirinya lebih memilih untuk menggadaikan barang untuk mencukupi kebutuhan dibanding melakukan dua hal tersebut.
"Kalau saya lebih sering gadaikan barang. Bagi saya yang hidupnya standar, mungkin itu yang bisa menyelamatkan. Karena bunganya lebih kecil dan terjangkau," ungkap Arif.
Sementara itu, mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi (Ilkom) Universitas Dian Nuswantoro (UDINUS), Siti Alfiyyah (21).
Baca juga: Biaya Hidup Mahal, Warga Singapura Enggan Tambah Anak Walau Diberi Bonus
Menurut Alfi, panggilan akrabnya, seluruh biaya sandang, papan, maupun pangan di Kota Semarang memiliki harga yang cenderung tinggi.
Mahasiswa rantau asal Tegal itu menyebutkan, dalam satu bulan penuh bisa mengeluarkan lebih dari Rp 3 juta untuk bertahan hidup di pusat Kota Semarang.
"Semua harga logistik, kebutuhan pangan, terus self reward itu pasti tinggi. Saya kan anak kos yang notebenenya masih dijatah orangtua. Jadi sistemnya, misal dikirim 1 juta, saya habisin Rp 800.000, lalu sisanya ditabung. Kalau harga kos sendiri itu Rp 750.000 per bulan," ucap Alfi kepada Kompas.com, Kamis (28/9/2023).
Selain kebutuhan pokok, Alfi menyebutkan, nongkrong di coffee shop merupakan salah satu hal yang wajib dilakukannya setiap minggu.