PALEMBANG, KOMPAS.com - Kualitas udara di Kota Palembang, Sumatera Selatan berada di posisi satu se-Indonesia sebagai wilayah dengan kondisi polusi udara terburuk.
Berdasarkan data dari situs Iqair.com, prakiraan indeks kualitas udara (AQI) Palembang pada pukul 17.00 WIB, Jumat (15/9/2023) berjumlah 167 atau berada di level merah atau tidak sehat.
Di urutan kedua, Pasarkemis, Jawa Barat juga menjadi wilayah dengan polusi udara terburuk dengan tingkat AQI 163. Kemudian, pada urutan ketiga Kecamatan Indralaya, Kabupaten Ogan Ilir (OI), Sumatera Selatan tercatat dengan nilai AQI 162 dan juga berada di level merah atau tidak sehat.
Baca juga: Kabut Asap Tutupi Jalan Lintas Palembang-Indralaya, Pengemudi Diminta Waspada
Kepala Stasiun Klimatologi Kelas I Sumatera Selatan Wandayantolis menjelaskan, penurunan kualitas udara di Palembang ini telah terjadi sejak beberapa hari terakhir. Hasil analisis konsentrasi partikulat atau PM2.5, terjadi peningkatan kualitas udara buruk setelah turun hujan di sejumlah wilayah.
Memasuki September, konsentrasi rata-rata 24 jam PM2.5 telah mencapai 79.8 µg/m3, melewati Nilai Ambang Batas (NAB) yang ditetapkan yaitu 55 µg/m3 dalam 24 jam.
“Berdasarkan data tanggal 1 sampai 13 September 2023, konsentrasi PM 2.5 harian hampir selalu di atas NAB, kecuali pada tanggal 9 September. Hal ini terkait adanya hujan pada beberapa hari sebelumnya,” kata Wandayantolis, dalam keterangan tertulis, Jumat (15/9/2023).
Ia menerangkan, nilai PM2.5 mencapai puncaknya pada dini hari sekitar pukul 01.00-03.00 WIB dan terendah pada siang hari sekitar pukul 13.00 WIB. Kondisi kualitas udara terlihat membaik hanya beberapa jam pada saat tengah hari.
“Selebihnya konsentrasi PM2.5 selalu berada di atas NAB,”ujarnya.
Dengan kondisi tersebut, BMKG pun mengimbau kepada masyarakat untuk menggunakan masker ketika berada di luar ruangan untuk menghindari terhirup polusi udara buruk di Palembang.
“Sebaiknya gunakan masker agar dapat mengurangi tingkat paparan terhadap polusi partikulat dari debu dan asap di luar ruangan,” imbuhnya.
Dihubungi terpisah, Manager kampanye Hutan Kita Institute (Haki) Adiosyafri menjelaskan, kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) dan Ogan Ilir membuat kualitas udara di Palembang menjadi buruk.
Kondisi buruknya kualitas udara ini u menurutnya telah berlangsung hampir dua pekan terakhir.
“Asap dan abu yang halus dari sisa kebakaran hutan dan lahan dibawa angin ke arah kota Palembang dari OKI dan OI rata2 seperti itu. Sehingga Palembang udaranya tidak sehat,”kata Adiosyafri.
Adiosyafri menerangkan, kondisi karhutla tahun ini lebih parah dibandingkan dua tahun terakhir. Sebab, BMKG telah memperkirakan kondisi El Nino atau kekeringan akan berlangsung hingga Oktober mendatang. Sehingga, kawasan lahan akan mudah terbakar.
“Kalau membuka kebun jangan coba-coba menggunakan api, karena dipastikan kondisi saat ini air sudah surut ketika terjadi kebakaran akan sangat sulit dilakukan pemadaman,” ujarnya.
Baca juga: Lupa Matikan Bakaran Sampah, Gudang Penimbunan Minyak Jelantah di Palembang Terbakar
Hasil pantauan Haki, kawasan yang terbakar adalah 60 persen di areal konsesi perkebunan. Sehingga pihak perusahaan perkebunan seharusnya mengamankan wilayah mereka masing-masing.
Pihaknya meminta aparat penegak hukum untuk bertindak dengan mengambil tindakan hukum terhadap pihak perkebunan yang abai dengan lahan mereka sendiri.
“Sudah seharusnya perkebunan konsesi atau pemilik harus sering diurus untuk mengamankan dan mencegah untuk tidak lagi menggunakan api di dalam, atau menjagalah api di areal konsesi mereka,” tegasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.