SIAPA sangka, saya bisa menapakkan dua kaki di dua negara sekaligus dalam satu waktu.
Itulah yang terjadi saat saya, Wasti Samaria Simangunsong, jurnalis Kompas.com melakukan liputan khusus bertajuk Merah Putih di Perbatasan.
Tepatnya, saya meliput ke patok batas negara Indonesia-Malaysia di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Sei Nyamuk, Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara.
Adapun patok batas yang saya maksud berada sekitar tujuh kilometer dari pusat PLBN Sei Nyamuk. Lokasinya di sebuah kampung bernama Desa Aji Kuning.
Tak sulit mencapainya. Akses jalan pun terbilang mudah serta bisa dituju dengan kendaraan roda dua dan empat.
Baca juga: Dari Sebatik, Kepala Desa Sei Pancang: Dokter Spesialis Hanya Ada Sebulan Sekali
Bermodalkan peta digital, rombongan kami yang berjumlah empat orang pun sampai ke pemukiman yang dijuluki oleh para aparat negara sebagai "Desa Pancasila" ini.
Sebelum menuju patok batas, saya sempat berbincang sejenak dengan salah satu prajurit TNI yang bertugas di perbatasan di Pulau Sebatik, bernama Jufriyanto. Dari dialah saya ketahui soal gelar Desa Pancasila itu.
"Desanya Aji Kuning, Desa Pancasila itu (julukan atau penyebutan) karena di sini ada patok batas. Ini yang lama, di sana ada yang baru tapi belum diresmikan secara MoU (kesepakatan internasional)," kata Jufri, sembari memandu Kompas.com menuju patok batas yang dimaksud, Kamis (17/8/2023).
Rupanya patok batas yang baru ini hanya berjarak sekitar 300 meter saja dari rumah dua negara yang sempat kami singgahi terlebih dahulu.
Baca juga: Rumah Dua Negara, Ikon Unik Pulau Sebatik
Tak sampai lima menit berjalan dari rumah dua negara, di depan mata saya tampak sebuah batu polos berbentuk trapesium. Tingginya mungkin 40-50 sentimeter.
Pada sisi kanan ada bendera Indonesia, sedangkan di sisi kiri berdampingan bendera Malaysia.
"Patok Perbatasan Indonesia-Malaysia (PB-02)," demikian tertulis pada papan putih di belakang batu tersebut.
Jadilah saat itu, sebelah kaki saya menapak di tanah Ibu Pertiwi saat yang satu lagi sudah menapak di negara tetangga, Malaysia.
Rasanya ternyata cukup menyenangkan, bisa betul-betul melompat dari satu negara ke negara lain dalam hitungan sepersekian detik.
Kendati demikian, kata Jufri, kawasan yang masuk negara tetangga dalam patok tersebut masih tetap dihuni oleh Warga Negara Indonesia. Sebab, hingga saat ini pun belum ada pernyataan resmi yang keluar dari PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa).