NUNUKAN, KOMPAS.com – Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Nunukan, Kalimantan Utara, mengamankan dua bocah pengamen badut berusia 7 dan 10 tahun, serta seorang seniman badut, S (42), Selasa (1/8/2023).
Polisi mendalami adanya kemungkinan S memanfaatkan kedua bocah laki-laki yang dipekerjakannya tersebut, demi meraih keuntungan.
"Dari penyelidikan kita, dua anak ini ternyata dititipkan orangtuanya ke S. Memang mereka diminta memakai kostum badut dengan tampilan kartun anak-anak, dan mendapat uang dari aktivitas tersebut," ujar Kanit PPA Polres Nunukan, Ipda Marta Nuka, saat ditemui.
Baca juga: Cerita Bocah Badut Kecil di Nunukan, Tidak Bersekolah karena Cari Uang Sendiri, Bekerja Tak Sarapan
Dari pengakuan kedua bocah malang tersebut, mereka mengaku tertarik menjadi badut saat melihat pertunjukan S, di sebuah even expo yang digelar di Pulau Sebatik, beberapa bulan lalu.
Saat itu, keduanya, memberanikan diri untuk meminta izin memakai kostum badut, dan diperbolehkan oleh S.
S yang melihat minat kedua kakak beradik tersebut, lalu menawari mereka untuk bekerja dengannya.
"Izinlah S ini ke orangtua dua anak ini. Dan orangtuanya juga mengizinkan anaknya ikut S bekerja sebagai badut," kata Marta.
Selama ini, S hanya bekerja sendiri sebagai seniman badut sejak 2020. Ia sering tampil di sejumlah acara expo.
S juga kerap mengajak kedua bocah yang baru direkrutnya sekitar dua bulan terakhir ini, mengamen di Kota Tarakan, sampai Kabupaten Malinau.
Baca juga: Fakta Pasutri Pengamen Badut Raup Rp 500.000 di Bontang, Bawa Anak hingga Menginap di Hotel
Pengakuan S, dalam seminggu, ia bisa memperoleh omzet hampir sejuta dalam sepekan.
"Kedua bocah pengamen badut bisa menghasilkan Rp 300.000 sampai Rp 400.000 perorang dalam seminggu. Hasil tersebut, dibagi sebagian untuk orangtua si anak, dan sebagian untuk memenuhi kebutuhan dirinya bersama kedua bocah pengamen badut," imbuhnya.
Marta mengakui, aksi ini bisa menjurus pada eksploitasi anak. Terlebih, kedua bocah yang merupakan kakak beradik tersebut, belum mengerti Calistung karena tidak sekolah.
Keduanya, hanya tahu mencari uang lewat kostum badutnya. Faktor ekonomi keluarga kedua anak tersebut, menjadi alasan atas kondisi yang terjadi.
Marta melanjutkan, keluarga kedua bocah tersebut, berasal dari Kota Tarakan. Ayahnya bekerja sebagai pemukat rumput laut, sementara ibunya hanya di rumah mengurus anak bungsunya yang masih menyusu.
"Keluarganya baru delapan bulan pindah dari Tarakan. Mereka tertarik kerja rumput laut, dan tinggal di Sebatik," kata Marta.
Baca juga: Pasutri Pengamen Badut di Bontang Dipulangkan ke Samarinda