Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Harta Karun Lombok" Disarankan Disimpan di Museum Nasional

Kompas.com - 11/07/2023, 10:19 WIB
Karnia Septia,
Krisiandi

Tim Redaksi

MATARAM, KOMPAS.com - Guru besar Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram, bidang Sejarah dan Peradaban Islam, Jamaluddin mengapresiasi Pemerintah Belanda yang mengembalikan "harta karun Lombok" peninggalan sejarah kepada pemerintah Indonesia. 

Jamaluddin menyarankan, penyimpanan barang-barang bersejarah tersebut sebaiknya memperhatikan segi keamanan agar generasi-generasi selanjutnya masih bisa melihat benda-benda ini.

"Mungkin kalau misalnya benda-benda ini harus dibawa ke museum NTB saya pikir itu bagus. Cuma yang perlu menjadi pertimbangan kita, bagaimana pengamanan benda-benda itu, seperti apa pengawasannya, itu yang paling penting," kata Jamaluddin 

Menurutnya, Museum Nasional di Jakarta memiliki pengamanan dan pengawasan cukup bagus untuk menyimpan barang-barang sejarah. 

Baca juga: Harta Karun Lombok Akan Dikembalikan Belanda, Gubernur NTB: Nanti Kita Lihat, Jangan Geer Duluan

"Museum Nasional itu lumayan cukup bagus dalam hal ini. Termasuk dalam hal perawatan, tenaga-tenaga, kemudian pengamanan itu luar biasa. Itu yang saya tahu selama ini." ujar Jamaluddin dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Selasa (11/7/2023). 

Menurut Jamaluddin, Harta karun Lombok yang ditaksir bernilai triliunan rupiah ini juga sebaiknya dikelola oleh negara agar artefak-artefak tersimpan aman.

Masih Tersimpan Utuh

Menurutnya, meski banyak yang menyebutkan bahwa barang-barang bersejarah tersebut merupakan hasil penjarahan penjajah dan sudah di bawa ke Belanda selama ratusan tahun, tetapi pemerintah Belanda mampu menyimpan utuh barang-barang tersebut. 

Baca juga: Penampakan Harta Karun Lombok yang Akan Dikembalikan Belanda, Perhiasan hingga Manuskrip

"Kalaupun mereka sudah membawa ke Belanda mereka mampu menyimpan barang-barang itu dan bisa dipastikan barang-barang yang dibawakan itu masih dalam kondisi utuh. Ini sesuatu yang luar biasa sesungguhnya, mampu menyimpan dalam waktu yang lama. Kalau kita misalnya kan kita nggak jamin itu kalau waktu sekian lama, mungkin sudah nggak ada barang-barangnya," kata Jamaluddin. 

Berdasarkan artefak-artefak yang ada itu, peninggalan bersejarah ini akan menjadi jembatan penghubung dari generasi-generasi dulu dengan generasi-generasi sekarang. 

"Kita bisa lihat bagaiman peradaban-peradaban dulu itu seperti apa kita bisa lihat dari karya karya itu. Saya pikir ini sesuatu yang sangat penting untuk mengungkap fakta-fakta sejarah," ujar Jamaluddin. 

Baca juga: Museum NTB Siap Menerima Harta Karun Lombok yang Akan Dikembalikan Belanda

Sebelumnya, pemerintah Belanda akan menyerahkan benda-benda bersejarah termasuk di dalamnya harta karun Lombok kepada Pemerintah Indonesia. 

Melansir BBC Indonesia, koleksi yang disebut harta karun Lombok berupa batu permata, batu mulia, emas dan perak. 

Berdasarkan catatan sejarah, ratusan kilogram emas, perak dan permata tersebut dijarah oleh tentara kolonial Belanda dari istana Tjakranegara usai berakhirnya perang Lombok tahun 1894.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

7 Bacalon Bupati dan Wakil Bupati Daftar di PDI-P untuk Pilkada Pemalang

7 Bacalon Bupati dan Wakil Bupati Daftar di PDI-P untuk Pilkada Pemalang

Regional
Kades Terdakwa Kasus Pemerkosaan di Mamuju Divonis Bebas, Kejari Ajukan Kasasi

Kades Terdakwa Kasus Pemerkosaan di Mamuju Divonis Bebas, Kejari Ajukan Kasasi

Regional
Kakak Angkat di Ambon Bantah Telantarkan Adik di Indekos

Kakak Angkat di Ambon Bantah Telantarkan Adik di Indekos

Regional
7 Pria Perkosa Anak di Bawah Umur di Bangka, 5 Pelaku Masih Buron

7 Pria Perkosa Anak di Bawah Umur di Bangka, 5 Pelaku Masih Buron

Regional
Ibu dan Anak di Ende Tertimpa Material Longsor, 1 Tewas

Ibu dan Anak di Ende Tertimpa Material Longsor, 1 Tewas

Regional
Diduga Dipukuli Anak Kandung Pakai Kursi, Ibu di Palembang: Lama-lama Saya Bisa Mati karena Dia

Diduga Dipukuli Anak Kandung Pakai Kursi, Ibu di Palembang: Lama-lama Saya Bisa Mati karena Dia

Regional
Marliah Kaget Tiba-tiba Jadi WNA Malaysia, Padahal Tak Pernah ke Luar Negeri

Marliah Kaget Tiba-tiba Jadi WNA Malaysia, Padahal Tak Pernah ke Luar Negeri

Regional
Marliah Kaget Tiba-tiba Jadi WNA Malaysia, Padahal Tak Pernah ke Luar Negeri

Marliah Kaget Tiba-tiba Jadi WNA Malaysia, Padahal Tak Pernah ke Luar Negeri

Regional
Sebelum Mutilasi Istrinya, Tarsum Sempat Titipkan Anak dan Ingin Merantau ke Kalimantan

Sebelum Mutilasi Istrinya, Tarsum Sempat Titipkan Anak dan Ingin Merantau ke Kalimantan

Regional
Banjir di Sulsel Tewaskan Belasan Orang, Mitigasi Risiko Dipertanyakan

Banjir di Sulsel Tewaskan Belasan Orang, Mitigasi Risiko Dipertanyakan

Regional
Viral, Video Polisi Razia Kosmetik di Sekolah, Polda Lampung Sebut Misinformasi

Viral, Video Polisi Razia Kosmetik di Sekolah, Polda Lampung Sebut Misinformasi

Regional
Seorang Pria Hilang Diterkam Buaya di Sungai Bele NTT, Tim SAR Lakukan Pencarian

Seorang Pria Hilang Diterkam Buaya di Sungai Bele NTT, Tim SAR Lakukan Pencarian

Regional
Terdampak Kasus Timah, 2 Pabrik Sawit di Babel Berhenti Operasional

Terdampak Kasus Timah, 2 Pabrik Sawit di Babel Berhenti Operasional

Regional
Warga Aceh Utara Diduga Tewas Dianiaya Polisi, Wakapolres: Tidak Ada Pemukulan

Warga Aceh Utara Diduga Tewas Dianiaya Polisi, Wakapolres: Tidak Ada Pemukulan

Regional
Kasus Pembunuhan di Sukabumi, Pelaku Mengaku Membela Diri karena Dipaksa Berhubungan Badan

Kasus Pembunuhan di Sukabumi, Pelaku Mengaku Membela Diri karena Dipaksa Berhubungan Badan

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com