Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembabatan Mangrove dan Masyarakat Pesisir yang Kian Terpinggirkan

Kompas.com - 24/06/2023, 03:42 WIB
Suwandi,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

JAMBI,KOMPAS.com - Pembabatan mangrove seluas 110 hektar di Desa Sungai Sayang, Kecamatan Sadu, Kabupaten Tanjab Timur, Jambi, memperburuk dampak krisis iklim bagi masyarakat pesisir.

Para nelayan kehilangan sumber penghasilan, menghadapi abrasi, dan ancaman tenggelam karena kenaikan permukaan air laut.

Dampak pembabatan mangrove terasa pada pertengahan Desember 2023, di mana saat itu hujan turun bersama air laut pasang.

Orang-orang pesisir berhamburan, berjibaku mengusung tanah dari tepian sungai.

Mereka menumpuknya di tepi jalan menjadi benteng air. Para perempuan membawa tanah dengan karung.

Para lelaki mendorong lori berisi tanah. Namun, air yang ganas tetap menerabas tanggul, lalu menyebar dengan cepat.

“Air naik, buat tanggul! Jangan sampai jalan kita tenggelam," teriak Ambo Angke (48), warga Desa Sungai Sayang, kala melihat air telah sampai di bibir jalan.

Satu-satunya akses jalan untuk keluar dari desa itu telah tenggelam.

Beberapa sepeda motor yang melintas mengalami gangguan mesin dan akhirnya mogok.

Tinggi genangan air nyaris sepinggang orang dewasa. Rumah-rumah yang memiliki tiang tinggi aman dari jangkauan air.

Sementara rumah tanpa tiang, bangunan sekolah, dan tempat ibadah, terendam banjir rob. Makam warga lokal yang sakral pun ditelan banjir.

"Belum pernah air sebesar itu. Bangunan sekolah dan rumah ibadah juga terendam,” kata Ambo Angke saat menceritakan banjir di pantai Desa Sungai Sayang, yang juga terjadi awal Februari 2023.

Desa Sungai Sayang memang berada di pesisir bagian timur Pulau Sumatera.

Jaraknya dengan bibir pantai kini tak sampai satu kilometer. Sungai terbesar yang melintas di desa itu berasal dari Laut Natuna atau China Selatan.

Banjir melanda desa ini berawal dari perusahaan tak bertanggung jawab menebang mangrove seluas 110 hektar pada Mei 2022.

Padahal, mangrove berfungsi membentengi desa dari terjangan ombak laut.

“Kami orang pesisir berteman dengan laut. Tapi karena mangrove yang ditebang, pelindung pun hilang. Bencana yang datang,” kata Ambo Angke.

Alih fungsi lahan

Infografis: studi kerapatan mangrove memengaruhi perubahan garis pantaiKOMPAS.com/SUWANDI Infografis: studi kerapatan mangrove memengaruhi perubahan garis pantai

Deforestasi dan alih fungsi lahan untuk pemukiman, perkebunan, pertanian, dan tambak, telah mengurangi tingkat kerapatan mangrove di pesisir timur Provinsi Jambi.

Menurut data studi kerapatan mangrove yang dikeluarkan Achmad dkk dari Universitas Jambi, ukuran kerapatan mangrove pada 1989 yang sangat tinggi seluas 7.151,31 hektar, kerapatan sedang 308,95 hektar, dan rendah 300,13 hektar.

Setelah pembukaan mangrove besar-besaran untuk perkebunan sawit pada tahun 2000, mangrove dengan kerapatan tinggi menghilang 2.925,11 hektar.

Hampir dua dekade kemudian, tutupan mangrove tersisa 2.076,44 hektar.

Daerah dengan laju kehilangan mangrove tertinggi adalah Kecamatan Sadu dan Sabak Timur, Kabupaten Tanjab Timur.

“Kawasan mangrove dengan deforestasi tinggi, maka terjadi pengurangan daratan (abrasi),” tulis Achmad dalam jurnal pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan Universitas Jambi.

Warga yang hidup di pesisir laut, 80 persen menggantungkan hidup pada kebun kelapa, sisanya nelayan.

Ambo Angke mengenang pada tahun 2008 saat masif alih fungsi lahan menjadi perkebunan sawit berdampak pada lahan kelapa seluas 2.000 hektar di Kecamatan Sabak Timur, Desa Alang-alang yang mati.

Hal ini lantaran air laut merendam pohon kelapa dalam waktu yang lama.

Bahkan, untuk tanaman kelapa yang terendam dan masih hidup, produktivitasnya menurun sekitar 30-35 persen.

“Kami khawatir air laut kembali merendam kebun kelapa. Kebun kelapa menjadi harapan ketika nelayan sudah susah cari ikan,” kata Ambo Angke.

Sementara, Kabid Perkebunan Dinas Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Tanjab Timur, Hardani, mengatakan, ekonomi daerah masih ditopang perkebunan kelapa, sawit, dan perikanan.

Luas perkebunan kelapa mencapai 50.342 hektar. Sementara produksinya mencapai 57.295 ton. Perkebunan kelapa melibatkan 22.862 kepala keluarga.

“Persoalan petani kelapa memang air pasang. Untuk mencegah air laut merusak kebun warga, kita luncurkan program tata air mikro,” kata dia.

Nelayan menyisir bekas hutan mangrove yang telah ditebang oleh perusahaan perkebunan sawit untuk mencari kepiting dan udangSuwandi Kompas.com Nelayan menyisir bekas hutan mangrove yang telah ditebang oleh perusahaan perkebunan sawit untuk mencari kepiting dan udang

Memperburuk abrasi

Abrasi di Kecamatan Sadu terus mengalami peningkatan setiap tahun.

Menurut Achmad, abrasi di daerah ini sama dengan abrasi di Bekasi, Jawa Barat, sekitar 35 meter persegi setiap tahun.

Kondisi ini diperparah oleh penebangan mangrove pada 2022.

Warga Sungai Sayang mengerti hantaman air laut bertubi-tubi yang saban hari mengikis daratan.

Untuk itu, mereka membiarkan mangrove hidup alami. Kampung dibuka jauh ke dalam. Jaraknya lebih dari 1 kilometer.

Untuk daerah lain yang berada di pesisir timur masih dilindungi pulau-pulau kecil seperti Berhala dan Kepulauan Lingga.

Pulau-pulau yang mengelilingi daerah itu menjadi pemecah ombak alami. Sehingga relatif aman dari gelombang tinggi.

Sementara desa-desa yang berada di Kecamatan Sadu tak seberuntung itu karena menantang laut lepas yang ganas, termasuk Desa Sungai Sayang.

Memang ekosistem mangrove di garis pantai Kecamatan Sadu tidak termasuk kawasan lindung.

Mangrove yang berstatus kawasan lindung adalah cagar alam pantai timur dari Kecamatan Mendahara-Nipah Panjang seluas 4.126,60 hektar, kawasan ekosistem esensial Pantai Cemara seluas 450 hektar, dan Taman Nasional Berbak seluas 162.700 hektar.

Dengan demikian perusahaan maupun pribadi tanpa batas membabat mangrove untuk kepentingan perkebunan sawit dan kelapa.

Ketika berada di tepi pantai Sungai Sayang, Ambo Angke menunjuk kayu-kayu mati yang berada jauh di laut.

“Daratan setahun lalu itu berada di situ. Sekarang sudah tenggelam dan air sudah sampai ke sini,” kata Ambo Angke.

Penebangan mangrove tidak hanya mengancam Desa Sungai Sayang, tapi juga lima desa lainnya, yaitu Desa Cemara, Desa Sungai Itik, Desa Jambat, Desa Air Hitam Laut, dan Desa Remau Baku Tuo.

Ambo Angke yang merupakan keturunan Bugis ini menceritakan, pada tahun 2008, warga Desa Cemara ramai-ramai pindah dari kampung dan direlokasi pemerintah karena sebagian besar wilayah mereka telah tenggelam.

Air tidak hanya menenggelamkan rumah, tetapi ratusan hektar kebun kelapa. Puing-puing bekas pemukiman masih terlihat di bibir pantai.

Dampak abrasi mengkristal dalam benak setiap orang di pesisir, termasuk Tomi (40), seorang nelayan yang tinggal di Sungai Lokan.

Rumahnya berjarak 10 kilometer dari Sungai Sayang.

Dia ingat betul ketika gudang kelapa miliknya berdiri jauh dari laut. Namun, belum genap satu dekade, kini nyaris terendam air.

Gudang Tomi letaknya di Air Hitam Laut, sekitar 15 kilometer ke arah selatan Desa Sungai Sayang.

"Gudang saya di Air Hitam Laut itu dulu jaraknya lebih dari 100 meter dari tepi laut. Kini air sudah menerjang dinding-dindingnya,” kata Tomi.

Untuk mengamankan gudang warisan orangtua dari terjangan ombak, Tomi membangun tanggul dengan menumpuk karung berisi pasir.

Tanggul yang dibangun terasa padat dan kuat. Namun, dalam semalam lenyap disapu air ke laut lepas.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Perjuangan Slaman Selama 38 Tahun Ubah Lahan Bakau Kritis di Pesisir Madura jadi Ekowisata

Perjuangan Slaman Selama 38 Tahun Ubah Lahan Bakau Kritis di Pesisir Madura jadi Ekowisata

Regional
Polisi Tangani Kasus Belatung di Nasi Kotak RM Padang di Ambon

Polisi Tangani Kasus Belatung di Nasi Kotak RM Padang di Ambon

Regional
Lampaui Rerata Nasional, Kalteng Sukses Turunkan Prevalensi Stunting hingga 3,4 Persen

Lampaui Rerata Nasional, Kalteng Sukses Turunkan Prevalensi Stunting hingga 3,4 Persen

Regional
Penjaring Ikan di Cilacap Hilang Terbawa Arus Sungai Serayu

Penjaring Ikan di Cilacap Hilang Terbawa Arus Sungai Serayu

Regional
Ditangkap, Pengumpul 1,2 Ton Pasir Timah Ilegal di Bangka Belitung

Ditangkap, Pengumpul 1,2 Ton Pasir Timah Ilegal di Bangka Belitung

Regional
Prakiraan Cuaca Semarang Hari Ini Minggu 28 April 2024, dan Besok : Malam Berawan

Prakiraan Cuaca Semarang Hari Ini Minggu 28 April 2024, dan Besok : Malam Berawan

Regional
Prakiraan Cuaca Batam Hari Ini Minggu 28 April 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Batam Hari Ini Minggu 28 April 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Ringan

Regional
Prakiraan Cuaca Morowali Hari Ini Minggu 28 April 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Petir

Prakiraan Cuaca Morowali Hari Ini Minggu 28 April 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Petir

Regional
Prakiraan Cuaca Balikpapan Hari Ini Minggu 28 April 2024, dan Besok : Pagi ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Balikpapan Hari Ini Minggu 28 April 2024, dan Besok : Pagi ini Hujan Ringan

Regional
Penjelasan BMKG Soal Gempa Garut M 6,5, Guncangan Terasa hingga Jakarta dan Jawa Timur

Penjelasan BMKG Soal Gempa Garut M 6,5, Guncangan Terasa hingga Jakarta dan Jawa Timur

Regional
Gempa Garut M 6,5 Terasa sampai Kota Serang Banten

Gempa Garut M 6,5 Terasa sampai Kota Serang Banten

Regional
Gempa M 6,5 Guncang Garut, Terasa sampai Jakarta

Gempa M 6,5 Guncang Garut, Terasa sampai Jakarta

Regional
Hadiri Halalbihalal Partai Golkar Solo, Gibran: Diundang Datang, Semua Teman

Hadiri Halalbihalal Partai Golkar Solo, Gibran: Diundang Datang, Semua Teman

Regional
Kesaksian Pengelola Parkir Hotel Braga Purwokerto, Pelaku Menembak Setelah Mintai Karcis

Kesaksian Pengelola Parkir Hotel Braga Purwokerto, Pelaku Menembak Setelah Mintai Karcis

Regional
Buka Manasik Haji, Bupati Arief: Pemkab Blora Siap Dukung Jemaah dari Persiapan hingga Kepulangan

Buka Manasik Haji, Bupati Arief: Pemkab Blora Siap Dukung Jemaah dari Persiapan hingga Kepulangan

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com