BANYUMAS, KOMPAS.com - Polresta Banyumas, Jawa Tengah, mengungkap kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan korban mencapai 30 orang.
Dalam kasus ini polisi menetapkan tiga tersangka, yaitu perempuan berinisial P (63) yang berperan merekrut, pria berinisial BS (61) sebagai agensi dan seorang perempuan yang membantunya berinisial S (52).
Kapolresta Banyumas Kombes Edy Suranta Sitepu mengatakan, pengungkapan kasus tersebut bermula dari informasi adanya 11 orang calon pekerja migran yang sedang menjalani pelatihan di salah satu balai latihan kerja (BLK).
Baca juga: Polisi Tangkap Pelaku TPPO di Rembang, Belasan Orang Jadi Korban
"Salah satunya bernama DW (26) pernah bekerja di Malaysia. Sesuai kontrak akan dipekerjakan sebagai asisten rumah tangga, tapi setelah dikirim ternyata dipekerjakan di restoran," kata Edy saat ungkap kasus, Rabu (14/6/2023).
Perempuan asal Banyumas ini lantas memilih pulang. Namun, DW harus membayar penalti kepada tersangka P yang memberangkatkannya, karena dianggap melanggar kontrak.
"Karena tidak sesuai yang dijanjikan, DW dipulangkan, tapi dikenakan penalti Rp 10.500.000. Korban tidak mampu membayar, maka korban dijanjikan lagi untuk membayar utang dengan diberangkatkan ke Singapura," jelas Edy.
Baca juga: Orangtua Curiga Putrinya Selalu Punya Uang, Ternyata Jadi Korban TPPO di Ciamis
Pada saat proses pemberangkatan ke Singapura, DW sebenarnya telah terdaftar secara resmi di Kantor Dinas Tenaga Kerja, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Dinakerkop-UKM) Banyumas.
"Korban DW awalnya terdaftar di Dinaker, tapi atas petunjuk tersangka P, (berkasnya) ditarik," ujar Edy.
Menurut Edy, keberangkatan para korban ini tidak sesuai prosedur karena dilakukan oleh perorangan, bukan melalui lembaga resmi.
"Tersangka P dan BS ini mengaku bekerja sama dengan PT MPU sebagai penyalur. Tapi dari hasil pemeriksaan, PT MPU membantah kerja sama tersebut, tanda tangannya dipalsukan tersangka," jelas Edy.
Kepada polisi, tersangka P mengaku sejak 2022 telah memberangkatkan 20 orang ke beberapa negara di Asia. Sedangkan tersangka BS telah memberangkatkan 10 orang.
"Mereka mendapat keuntungan Rp 15 juta setiap pekerja yang diberangkatkan. Tersangka P dan BS masing-masing mendapat Rp 7 juta dan untuk tersangka S Rp 1 juta," kata Edy.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 68 Juncto Pasal 5 huruf b sampai e Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO atau Pasal 81 Juncto Pasal 69 dan Pasal 83 Juncto Pasal 68 UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.