PERISTIWA yang terjadi di Sulawesi Selatan di mana dua orang remaja tega menghabisi kawannya sendiri karena ingin menjual organnya tentu membuat banyak pihak merasa prihatin.
Bahkan dalam salah satu wawancara dengan media massa, diperlihatkan dengan jelas wajah dan ekspresi pelaku seperti tidak merasakan dan tidak menunjukkan penyesalan atas tindakannya.
Keadaan ini seperti semakin mempertegas mengapa peristiwa ini bisa terjadi. Mengapa seorang remaja bisa dengan mudah melakukan hal tersebut, dan ketika apa yang dimaksudkannya gagal, pun terekspresikan sebagai kegagalan biasa saja.
Dalam salah satu televisi nasional, penulis mengatakan bahwa apa yang terjadi itu bisa disebut sebagai generasi “shortcut”. Apa itu generasi “shortcut”?
“Shortcut” artinya jalan pintas. Istilah ini dikenal biasanya dalam teknologi komputer dan gawai. Dengan adanya shortcut ini maka seseorang yang mau mengakses satu aplikasi atau satu web tertentu bisa lebih mudah dan lebih cepat. Makanya disebut jalan pintas.
Seseorang yang menggunakan fitur shortcut akan terbantu karena dia tidak perlu menghafal kode yang biasanya angka dari satu aplikasi atau web.
Ia cukup mengenali simbol yang ditampilkan dari suatu shortcut. Tentu ini jauh lebih mudah ketimbang menghafal kode-kode angka yang menjadi dasar dari satu pemrograman dalam teknologi.
Maka, yang disebut dengan generasi shortcut adalah generasi yang kemudian selalu berhasrat mendapatkan jalan pintas pada apa yang ingin mereka capai.
Mereka tidak mau bersusah payah untuk menempuh proses serta metode yang rumit. Karena dalam anggapan mereka proses dan metode itu lebih baik dikerjakan sama yang lain.
Generasi shortcut juga umumnya adalah generasi pengguna atau user. Mereka bukan pencipta atau creator. Mereka juga lebih banyak sebagai konsumen ketimbang produsen.
Lalu, adakah hubungan dari peristiwa yang terjadi di Sulawesi Selatan itu dengan realitas generasi shortcut?
Kita bisa melihat korelasinya pada sejumlah fakta yang terlihat di lapangan. Misalnya alasan pelaku menghabisi korbannya di antaranya ingin menjual organ tubuhnya agar mendapatkan fresh money yang besar dengan mudah.
Dengan kata lain, ia melihat bahwa menjual organ tubuh temannya adalah shortcut untuk mendapatkan uang banyak.
Lalu, mengapa dia bisa tega melakukannya, bahkan pelaku membuat desain perencanaan yang rapi sebelum dia mengeksekusi korban.
Hal lain yang juga berkontribusi pada generasi shortcut adalah hilangnya nilai-nilai kebaikan bersama atau moral dalam kehidupannya.