GORONTALO, KOMPAS.com – Iyam Nusi (46) dan Putri Rahmawati Laya (12) sejak pagi sudah di dapur mencampur adonan terigu, mentega, telur, ragi dan parutan kelapa muda. Mereka juga memindahkan kompor gas di lantai dapur dekat sumur agar terasa leluasa.
Cairan hitam kecoklatan di 2 ember sudah menyanding kompor, ini adalah cairan gula aren yang sudah dimasak lebih dulu.
Keduanya kemudian terlibat dalam proses memasak kue ini, Iyam Nusi bertugas menuangkan adonan ke 2 cetakan besi di atas kompor, menutupnya, dan memastikan kue ini masak sempurna. Sesekali ia membuka tutup, mencungkil salah satu kue untuk memeriksa bagian bawah tidak hangus.
Baca juga: Gurih Manis Apem di Festival Apangi
Sementara Putri Laya sibuk mengemas kue yang telah dingin di wadah mika transparan, menuangkan cairan gula aren dalam plastik, mengikat agar tidak bocor sebelum dimasukkan dalam wadah bersama apangi cantik.
Hari ini mereka mulai membuat kue apangi, sebuah makanan ringan yang khas dihidangkan pada perayaan Asyura pada 10 Muharram. Ini adalah perayaan turun-temurun warga Gorontalo yang masih dirayakan hingga kini.
Di Desa Dembe 1 Kecamatan Kota Barat, tempat tinggal Iyam Nusi dan Putri Rahmawati Laya, perayaan Asyura dirayakan secara khusus. Warga desa bersepakat untuk merayakan Asyura dengan nama Festival Apangi, karena sajian khas pada perayaan ini adalah kue apangi.
“Pekerjaan ini membosankan karena harus menunggu kue matang dalam cetakan, berulang kali demikian sejak pagi,” kata Iyan Nusi sambal menggerakkan punggungnya yang lelah, Minggu (7/8/2022).
Suara Iyam Nusi disambut senyum tipis, sepertinya ia merasakan hal yng sama. Bahkan Putri Laya masih bisa meninggalkan tempatnya sejenak untuk bersenda gurau dengan anak kecil di ruang tengah.
“Sudah 5 kg terigu dan bahan lain yang kami masak, masih ada 10 kg lagi. Tidak tahu sampai kapan ini selesai,” ujar Iyam sambal menunjukkan tumpukan terigu tidak jauh dari tempatnya duduk.
Baca juga: Gorontalo Gelar Festival Apangi
Kesibukan para perempuan di dapur ini juga terjadi di hamper semua rumah di desa ini. Mereka mengerjakan hal sama, membuat kue apangi. Kue ini akan disajikan kepada pengunjung untuk perayaan festival apangi pada malam harinya.
“Tradisi memasak kue apangi saat perayaan hari Asura ini sudah lama, kebiasaan ini kami warisi dari orang-orang tua dulu,” kata Rizal Rasyid Baili (55) Ayahanda Desa Dembe 1 Kecamatan Kota Barat Kota Gorontralo.
Ayahanda adalah sebutan lurah atau kepala desa laki-laki di Gorontalo, jika perempuan disebut Ibunda.
Menghidangkan kue apangi pada hari asyura ini berawal dari sebuah perbukitan kapur di desa ini, sebuah makam tua di masjid Quba. Di tempat ini dimakamkan Ju Panggola atau Raja Ilato. Tokoh ini dipercaya sebagai wali penyebar agama Islam di Gorontalo, juga memiliki kekuasaan di daerah ini.
“Setiap hari Asyura orang-orang tua kami berdoa di makam tua Ju Panggola, usai berdoa disuguhkan kue apangi oleh ibu-ibu,” ujar Kadar Abu Bakar (53) tokoh masyarakat Dembe.
Berangkat dari kegiatan doa bersama di makam tua inilah kemudian digagas masyarakat dan pemerintah desa Dembe untuk melaksanakan Festival Apangi.
Baca juga: Gelaran Fesbujaton, Cara Warga Jawa Tondano Lestarikan Seni Tradisi Leluhur
Mereka bermufakat untuk membuat kue-kue ini secara berkelompok di tiap lingkungan, namun seiring waktu masyarakat berinisiatif sendiri untuk membuat kue di rumah masing-masing, semua bergembira mengerjakan ini meskipun secara ekonomi warga Dembe hanya bekerja sebagai nelayan danau.
Kebersamaan dan sikap terbuka inilah yang membuat festival ini semakin dikenal, orang dari desa tetangga datang untuk menikmati sajian kue ini.
“Kami menyuguhkan kue ini untuk dinikmati para tamu yang datang, mereka juga bisa menambah jika masih kurang, kalau tertarik membawa kue ini sebagai oleh-oleh silakan ambil juga, kami sudah menyiapkan bungkusan apangi,” kata Farida Yusuf (42).
Sikap ihlas dan terbuka dengan masyarakat lain tercermin dari cara mereka memperlakukan tamu, meskipun rombongan tamu tidak dikenal, mereka tetap saja mau menerima dan menyilakan makan kue apangi.
Seperti di teras rumah Farida, serombongan Wanita dan anak-anak yang berjumlah lebih dari 1o orang duduk di teras. Menurut salah satu dari tamu tersebut mereka awalnya mengantar anggota keluarga ke Bandar Udara Jalaluddin Tantu, sepulang dari bandara mereka singgah di Desa Dembe I ini.
Setelah bercerita tetamu ini mendapat buah tangan 1 tas kue apangi untuk setiap orangnya, mereka bergembira lalu pamit meneruskan perjalanan pulang ke desanya di Kecamatan Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango.