JAYAPURA, KOMPAS.com - Kampung Kokonao merupakan salah satu dari tujuh kampung yang berada di Distrik Mimika Barat, Kabupaten Mimika, Papua.
Adapun tujuh kampung ini adalah Kampung Aparuka, Apuri, Atapo, Kiura, Migiwia, Mimika, dan Kokonao.
Kokonao dikenal sebagai salah satu kota tua di Papua. Sebelum adanya ibu kota Mimika, Kokonao lebih dulu terkenal.
Bahkan, Kokonao dikenal sebagai salah satu pusat peradaban pendidikan di tanah Papua.
Sejak 1927, Kokonao dikenal sebagai pusat perwakilan pemerintahan Belanda, pusat perkabaran Injil melalui misi Katolik, dan pusat pendidikan formal.
Sehingga, tak heran bahwa banyak kenangan mengenai pendidikan di Papua yang sulit dilupakan hingga saat ini.
Perjalanan ke Kampung Kokonao hanya dilalui dengan jalur transportasi di sungai dan laut, ataupun melalui udara.
Perjalanan dari Pelabuhan Pomako di Distrik Mimika Timur ke Kokonao membutuhkan waktu lebih kurang dua sampai tiga jam menyusuri sungai dan laut.
Jika menggunakan transportasi udara menggunakan pesawat kecil, seperti AMA, MAAF, dan Susi Air dari Bandara Internasional Moses Kilangin di ibu kota Mimika, hanya membutuhkan waktu lebih kurang 15-20 menit perjalanan.
Pada 27 Mei 1928, Pastor J Aerts dan Pastor F Kowatzki ke Kokonao, Kabupaten Mimika, Papua.
Kedua pastor asal Belanda ini tak hanya membawa misi Katolik dari Langgur Key ke wilayah selatan Papua. Mereka juga membawa dua guru pertama untuk misi dan pelayanan pendidikan di Kokonao.
Seorang pensiunan guru di Kokonao, Petrus Maturbongs, mengungkapkan, kedua pastor ini datang membawa dua guru asal Key ke Kokonao, yaitu Benediktus Renyaan dan Christianus Rettob. Mereka tiba di Kokonao pada 1927.
“Guru Benediktus Renyaan ditempatkan di Kokonao, sedangkan guru Christian Rettob ditempatkan di Migiwia. Dua guru ini kemudian membuka Bescaving School (Sekolah Peradaban),” kata Petrus saat berbincang dengan Kompas.com, beberapa waktu lalu.
Sekolah peradaban tersebut tak langsung mengajarkan pendidikan formal kepada anak-anak di Kokonao.
Sekolah itu mengajarkan hal sederhana, seperti mengumpulkan masyarakat dari masing-masing taparo (klan atau suku) untuk bergabung dalam satu kampung.
“Diajarkan mengenai kebersihan seperti mandi, mencuci tangan, dan menghitung dari angka 1 sampai 10. Untuk membaca belum diajarkan. Guru-guru Key yang didatangkan ke Kokonao mengajarkan dengan penuh kesabaran dan tanpa pamrih,” kata pria yang akrab disapa Piet ini.