KOMPAS.com - Murtede alias Amaq Sinta (34), pria yang membunuh dua begal di Jalan Raya Desa Ganti, Kecamatan Praya Timur, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), pada Minggu (10/4/2022) sekitar pukul 24.00 Wita, dijadikan polisi sebagai tersangka.
Diketahui, dalam peristiwa itu dua begal yang tewas yakni berinisial P (30), dan OWP (21).
Dalam kasus ini, polisi juga menangkap dua pelaku lain yakni W (32), dan H (17) yang merupakan rekan dari terduga pelaku P dan OWP yang sudah tewas di lokasi saat beraksi.
Saat ini, Polres Lombok Tengah telah menangguhkan penahanan terhadap Amaq Sinta.
Amaq Sinta diberikan penangguhan setelah mendapatkan permintaan dari Kepala Desa setempat untuk menjamin akan tetap mematuhi peroses hukum yang berlaku atas kasusnya tersebut.
Lalu, apakah membela diri saat nyawa terancam bisa ditetapkan sebagai tersangka?
Pengamat Hukum Mulyadi mengatakan, seseorang yang terpaksa membela diri karena nyawanya terancam tidak bisa dijadikan tersangka.
Baca juga: Korban Begal Jadi Tersangka Usai Tewaskan Pembegal, Pengamat Sebut Harus Dilihat Kronologinya Dulu
Hal itu, kata Mulyadi, diatur dalam Pasal 48 KUHP yang menyebutkan, orang yang melakukan tindak pidana karena pengaruh daya paksa tidak dapat di pidana.
Mulyadi menyebut, tindakan tersebut dikenal dengan overmacht atau keadaan memaksa yang membuat bersangkutan melakukan kegiatan luar biasa dan tak bisa dihindarkan.
"Jadi menurut saya, korban begal tersebut tidak bisa dijadikan tersangka," katanya melalui sambungan telepon kepada Kompas.com, Kamis (14/4/2022) malam.
Baca juga: Polda NTB Ambil Alih Kasus Begal yang Jadikan Korban sebagai Tersangka