Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Urgensi Pertambangan Nikel yang Ramah Kepentingan Masyarakat Lokal dan Lingkungan di Sulawesi

Kompas.com - 10/04/2022, 14:32 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEDARI zaman Orde Baru, dari sisi ekonomi pemerintah memperlakukan sektor pertambangan sebagai salah satu sektor penyumbang pendapatan terbesar negara.

Sementara dari sisi politik sebagai sumber pembiayaan politik rezim. Sayangnya, perlakuan tersebut nyaris tidak berubah hingga hari ini.

Bertahun-tahun, upaya pemerintah dalam membenahi sektor pertambangan selalu hanya fokus pada aspek perizinan, namun terus abai pada kelestarian lingkungan dan kepentingan masyarakat lokal.

Hal ini jelas hanya sekadar memperbesar kadar hubungan simbiosis mutualisme antara pemerintah dan pemilik modal sektor pertambangan. Tidak ada yang berubah dari dulu.

Sudah bukan rahasia lagi jika di Sulawesi, misalnya, penolakan dan tuntutan dari masyarakat lokal serta aktivis lingkungan hidup terhadap aktifitas perusahaan tambang sering terjadi terutama di kantong-kantong pertambangan nikel.

Akan tetapi hal ini nyaris tidak pernah mendapat atensi, baik dari pemerintah pusat maupun dari perusahaan terkait.

Bahkan Walhi belum lama ini merilis laporan yang menyorot secara kritis sikap dan kecenderungan kebijakan dari perusahaan-perusahaan tambang nikel yang abai pada kepentingan masyarakat lokal serta kepentingan kelestarian lingkungan.

Salah satu perusahaan pelat merah yang sering disorot adalah PT Vale Indonesia, penguasa tambang nikel di Sorowako, Sulawesi Selatan, juga pemilik konsesi di Morowali Sulawesi Tengah, dan Kolaka, Sulawesi Tenggara.

Sementara salah satu perusahaan swasta besarnya adalah IMIP (Indonesia Morowali Industrial Park), pengelola kawasan ekonomi khusus pengolahan bijih nikel di Morowali, Sulawesi Tengah.

Namun dengan berbagai reaksi diplomatis, sorotan kritis tersebut akhirnya hilang begitu saja tanpa tindak lanjut yang jelas.

Lalu di penghujung tahun, perusahaan-perusahaan tersebut dengan bangga mengumumkan keuntungan besar dalam laporan yang dipoles secara mewah di tengah-tengah isu lingkungan dan kepentingan masyarakat lokal yang belum benar-benar terjawab.

Selama ini, pemerintah hanya melakukan intervensi jika situasi merugikan kepentingan pemerintah pusat atau kepentingan pemilik modal besar.

Sementara saat masyarakat lokal dan aktivis lingkungan mengemukakan aspirasi, baik tuntutan atau penolakan, pemerintah lebih banyak lepas tangan dan menyerahkan penyelesaian kepada para pihak melalui jalur ‘kekeluargaan’/musyawarah mufakat.

Jalur ini biasanya selalu tunduk pada hegemoni kapitalis yang berakhir dengan meredupnya aspirasi tanpa ada solusi nyata.

Sebut saja intervensi pemerintah dalam kebijakan hilirisasi yang memaksa penambang menghentikan aktifitas ekspornya dan menjual nikelnya ke smelter-smelter domestik.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hubungan Asmara Sesama Jenis di Balik Pembunuhan Bos Kerajinan Tembaga di Boyolali

Hubungan Asmara Sesama Jenis di Balik Pembunuhan Bos Kerajinan Tembaga di Boyolali

Regional
Sempat Ditutup 6 Jam, Akses Padang-Solok Dibuka Kembali

Sempat Ditutup 6 Jam, Akses Padang-Solok Dibuka Kembali

Regional
Maju Pilkada Banten 2024, Arief R Wismansyah Ikut Penjaringan 3 Partai

Maju Pilkada Banten 2024, Arief R Wismansyah Ikut Penjaringan 3 Partai

Regional
Bocah Penjual Kue yang Tewas Kecelakaan di Pontianak Dikenal Gigih, Emoh Pulang Sebelum Dagangan Habis

Bocah Penjual Kue yang Tewas Kecelakaan di Pontianak Dikenal Gigih, Emoh Pulang Sebelum Dagangan Habis

Regional
Soal Pengangguran, Pj Gubernur Sebut Banten Jadi Tujuan Mencari Pekerjaan

Soal Pengangguran, Pj Gubernur Sebut Banten Jadi Tujuan Mencari Pekerjaan

Regional
Naskah Kuno Banyuwangi Diusung Perpusnas Masuk ke Ingatan Kolektif Nasional 2024

Naskah Kuno Banyuwangi Diusung Perpusnas Masuk ke Ingatan Kolektif Nasional 2024

Kilas Daerah
Bikin Gempar Undip, Nicholas Saputra Motivasi Mahasiswa Hadapi Ketidakpastian Masa Depan

Bikin Gempar Undip, Nicholas Saputra Motivasi Mahasiswa Hadapi Ketidakpastian Masa Depan

Regional
LKPD Kabupaten HST Kembali Raih Opini WTP dari BPK

LKPD Kabupaten HST Kembali Raih Opini WTP dari BPK

Regional
3 Warga Gunungkidul yang Jalan Kaki ke Jakarta untuk Temui Prabowo Sampai Purworejo, Minta Jalan Tol Masuk Gunungkidul

3 Warga Gunungkidul yang Jalan Kaki ke Jakarta untuk Temui Prabowo Sampai Purworejo, Minta Jalan Tol Masuk Gunungkidul

Regional
Banjir Rob Pantura Sayung Demak Mulai Surut, Pemotor: Masih Mengganggu

Banjir Rob Pantura Sayung Demak Mulai Surut, Pemotor: Masih Mengganggu

Regional
PAN Usung Istri Bupati di Pilkada Kabupaten Solok 2024

PAN Usung Istri Bupati di Pilkada Kabupaten Solok 2024

Regional
Gunung Ile Lewotolok Meletus 65 Kali Selama 6 Jam, Status Siaga

Gunung Ile Lewotolok Meletus 65 Kali Selama 6 Jam, Status Siaga

Regional
Polisi Tangkap Penipu Modus Jual Barang di Aplikasi Belanja Online

Polisi Tangkap Penipu Modus Jual Barang di Aplikasi Belanja Online

Regional
Kecelakaan di Pontianak, 2 Bocah Penjual Kue Meninggal

Kecelakaan di Pontianak, 2 Bocah Penjual Kue Meninggal

Regional
Longsor di Sitinjau Lauik, 2 Warga Dilaporkan Hilang, Diduga Tertimbun

Longsor di Sitinjau Lauik, 2 Warga Dilaporkan Hilang, Diduga Tertimbun

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com