SAMARINDA, KOMPAS.com - Asosiasi Pertambangan Rakyat Indonesia (APRI) Kalimantan Timur (Kaltim) meminta Presiden Jokowi mempertimbangkan penghentian sementara puluhan operasi tambang batu bara dan tambang batuan gunung di Kaltim.
Diketahui, sebanyak 22 perusahaan batu bara dan 24 perusahaan tambang batuan di Kaltim dihentikan sementara operasinya melalui Surat Edaran Dirjen Minerba Nomor B-571/MB.05/DJB.B/2022 tertanggal 7 Februari 2022.
Penghentian itu disebabkan keterlambatan pelaporan dokumen Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) tahun 2022 oleh masing-masing perusahaan.
Ketua APRI Kaltim, Rudi Prianto menilai, langkah pertama yang mestinya diambil pemerintah adalah menegur, bukan memberi sanksi.
Baca juga: 22 Perusahaan Batu Bara di Kaltim Dihentikan Sementara Operasinya
Sebab, dampak dari sanksi penghentian tersebut cukup memukul para pelaku usaha pertambangan di Kaltim.
"Berapa banyak nilai investasi yang sudah mereka habis di situ, baru izinnya dicabut (dihentikan)," ungkap Rudi, saat dihubungi Kompas.com, Selasa (15/2/2022).
Dampak lain dari penghentian itu, nasib ribuan pekerja yang juga terancam kehilangan pekerjaan.
Tentu kondisi ini, kata Rudi, makin menyulitkan masyarakat di tengah pandemi Covid-19.
Belum lagi pembebasan lahan yang telah dilakukan perusahaan pemegang IUP dan IUPK.
Hal itu tentu berganti kepemilikan dari masyarakat ke perusahaan.
"Jika ada izin yang dicabut, kemudian masuk lagi pemain (penambang) baru ingin mengambil lokasi itu, di situ bakal rawan konflik sosial," terang dia.
Sejauh ini, kata dia, aktivitas tambang ilegal sudah terjadi marak. Jika perusahaan legal dicabut, maka pertambangan koridor makin menjamur.
"Ini bukan kami ikut campur urusan ya, tapi sebagai masyarakat kami beri masukan kepada Pak Jokowi demi kebaikan bersama," terang dia.
Ketua I DPP APRI Trisno Widodo meminta pemerintah mesti lebih tepat mengambil kebijakan dalam sektor pertambangan batu bara karena berdampak luas bagi masyarakat.
"Pak Presiden harus mengevaluasi lagi," kata dia.