SURABAYA, KOMPAS.com- Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya Febria Rachmanita memberikan data terbaru mengenai keterisian rumah sakit di Kota Surabaya.
Dari hasil survei Dinkes Surabaya di tiap rumah sakit, ternyata mayoritas pasien di RS Surabaya adalah non-KTP Surabaya dengan perbandingan 63,82 persen warga luar Surabaya dan 36,18 persen warga KTP Surabaya.
"Selisihnya itu sekitar 300-an. Pada saat kami buat hasil hitungan kami, kalau hanya KTP Surabaya ada 124. Kalau kita hitung per 100.000 per minggu ada 4,25," ungkap Febria, Kamis (16/9/2021).
Baca juga: Surabaya Terpilih Jadi Pilot Project Wisata Medis, Eri Cahyadi: Semua Tahapan Sudah Kita Lakukan
Sementara itu pakar epidemiologi Universitas Airlangga Dr Windhu Purnomo, menilai, jumlah pasien Covid-19 yang masih rawat inap di rumah sakit seharusnya tidak menjadi penghambat dan penghalang Surabaya masuk level 1.
Sebab, pasien-pasien ini merupakan kiriman dari daerah-daerah lain.
Ia juga memastikan bahwa pasien Covid-19 yang dirawat di RS di Kota Surabaya jumlahnya melebihi jumlah pasien terkonfirmasi positif.
Dalam sepekan, selisih yang terjadi mencapai 462 kasus hingga menyebabkan level asesmen di kota pahlawan itu tak kunjung turun.
"Pelaporan di Kemkes ini masih pakai dasar di RS. Tapi nggak dipilah. Pokoknya yang dilaporkan sekian di Kota Surabaya, padahal enggak dipilah," kata dia dalam rapat virtual bersama Satgas Covid-19 Surabaya.
Selama ini, lanjut Windhu, jumlah pasien di RS ini menjadi salah satu indikator penentuan asesmen level oleh Kemenkes.
Baca juga: 30 Persen Warga Blitar Tak Hadiri Vaksinasi Dosis Kedua, Begini Penjelasan Dinas Kesehatan
Namun, pasien yang dimaksud di RS tidak memandang daerah asal pasien. Padahal, pasien yang dirawat di Kota Surabaya kebanyakan merupakan kiriman dari luar daerah.
Apalagi, beberapa RS di Surabaya menjadi rujukan utama di wilayah Indonesia Timur.
"Di kota-kota besar lain juga kasus rawat inapnya lebih besar dari kasus konfirmasinya karena jadi rujukan daerah-daerah lain,” ujar dia.
Oleh karena itu, Windhu berpesan kepada Kemenkes agar memperbarui peraturan mengenai batas pasien RS tersebut.
Seharusnya, kata Windhu, asesmen dilakukan berdasarkan jumlah pasien yang berasal dari daerah yang bersangkutan.
"Kalau seperti ini terus banyak daerah itu tidak bisa mencapai level yang lebih rendah karena ada ketidaktepatan," tutur dia.
Baca juga: Surabaya Berstatus Level 1 Berdasarkan Asesmen Kemenkes, Eri Cahyadi: Ayo Kita Jaga