SALATIGA, KOMPAS.com - Bangunan seluas sekitar 300 meter persegi itu didominasi warna merah.
Ornamen dan aksesoris di bangunan tampak seperti kelenteng tempat ibadah warga Tionghoa.
Namun, sebuah papan nama bertuliskan Masjid Klenteng (Masteng) menjadi penanda bangunan itu digunakan untuk beribadah umat Islam.
Baca juga: Warga Tionghoa Berikan Paket Ramadhan untuk 2.140 Kaum Dhuafa di Aceh
Cholid Mawardi, pengelola Masjid Klenteng yang berada di Jalan Abiyoso No.14 Kelurahan Dukuh Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga, mengatakan, Masteng dibangun pada 2005 oleh Yusuf Hidayatullah selepas pulang dari Tanah Suci.
"Beliau adalah seorang Tionghoa yang menjadi mualaf. Mulanya bangunan ini bernama Wisma Majelis Taklim Hidayatullah, tapi warga menyebut Masteng agar mudah," ujarnya saat ditemui, Selasa (20/4/2021).
Selepas Yusuf Hidayatullah meninggal dunia, tanah seluas 1.700 meter persegi, yang ada bangunan Masjid Klenteng, dibeli kakak Cholid, Agus Ahmad pada akhir tahun 2020.
"Kami berkomitmen tetap menjaga kondisi dan bentuk asli Masjid Klenteng ini. Selain memang bentuknya unik, masjid ini merupakan akulturasi budaya yang sesuai dengan Kota Salatiga, yakni toleransi," terangnya.
Baca juga: Grebeg Ramadhan, Pemberdayaan Ekonomi Berbalut Toleransi di Salatiga
Tak hanya membeli dan melestarikan, lanjut Cholid, sisa tanah juga dikembangkan untuk pemberdayaan serta pendidikan.
Saat ini di samping Masjid Kelenteng sedang dilaksanakan pembangunan gedung yang diproyeksikan untuk pondok pesantren berbasis teknologi informasi.
Cholid mengungkapkan, setelah alih tangan, Masjid Klenteng diwakafkan untuk masyarakat.
"Kegiatan keagamaan silakan dilaksanakan di sini. Apalagi di bulan Ramadhan ini juga banyak kegiatan, tarawih, buka bersama, mengaji dan baca Al Quran," terangnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.