Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan Hakim Vonis Bupati Purbalingga 7 Tahun Penjara

Kompas.com - 06/02/2019, 18:35 WIB
Kontributor Semarang, Nazar Nurdin,
Farid Assifa

Tim Redaksi

SEMARANG, KOMPAS.com - Bupati Purbalingga nonaktif, Tasdi, divonis 7 tahun penjara dalam kasus suap dan gratifikasi. Tasdi dianggap telah terbukti melanggar dua pasal sekaligus.

Hakim pada Pengadilan Tipikor Semarang secara bulat menyatakan bahwa terdakwa bersalah melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 huruf b UU Tindak Pidana Korupsi. Tasdi juga terbukti melakukan korupsi secara bersama dan berlanjut.

Hakim menjelaskan, perbuatan korupsi terdakwa memenuhi semua unsur pasal yang didakwakan secara kumulatif.

Unsur di dalam pasal 12 huruf a, kata hakim, terpenuhi. Yaitu pegawai negeri atau penyelenggara negara, menerima hadiah atau janji, unsur melakukan atau tidak melakukan sesuai kewenangannya yang bertentangan dengan kewajibannya, unsur melakukan atau menyuruh melakukan dan unsur perbuatan berlanjut.

Lalu unsur penyelenggara negara juga terbukti sesuai Pasal 2 UU Nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggara negara bersih dari KKN. Tasdi menjabat sebagai bupati Purbalingga periode 2016-2021, yang diangkat berdasarkan keputusan menteri Dalam Negeri.

Baca juga: Hakim Cabut Hak Politik Tasdi, Bupati Purbalingga yang Terbukti Korupsi

Tasdi juga sehat dan mampu menjawab seluruh pertanyaan, serta mempertanggungjawabkan perbuatannya.

"Sebagai bupati, terdakwa menerima gaji dari keuangan daerah. Terdakwa memenuhi kualifikasi sebagai pegawai negeri, maupun penyelenggara negara. Unsur ini telah terpenuhi," kata hakim Robert Pasaribu, yang bergantian membacakan uraian putusan.

Unsur gratifikasi

Lalu unsur menerima hadiah atau janji juga terpenuhi. Sejak 2017, terdakwa selalu menjalin komunikasi dengan Hamdani Kosen, Librata Nababan terkait berbagai proyek Purbalingga.

Tasdi juga memberikan beberapa proyek di Purbalingga yang dikerjakan Hamdani, seperti proyek gedung DRPD Purbalingga dan pembangunan Islamic Center tahap I.

"Hamdani Kusen minta proyek Islamic tahap 2 dan menjanjikan fee untuk itu. Terdakwa selaku bupati lalu memanggil para bawahannya agar memenangkan Hamdani Kusen karena telah dibicarakan sebelumnya," tambahnya.

Dalam pembiacaraan, lanjutnya, Hamdani kemudian memberikan fee Rp 115 juta dari total yang dijanjikan Rp 500 juta. Fee diberikan pada Mei 2018.

Kemudian, unsur lain yakni melakukan atau tidak melakukan sesuai kewenangannya yang bertentangan dengan kewajibannya. Hakim menyebut, unsur tersebut telah terpenuhi sesuai uraian sebelumnya.

"Kepala daerah dilarang KKN, menerima barang atau jasa terhadap tindakan yang dilakukan. Menurut majelis, dari rangkaian perbuatan, hadiah dan kami berupa Rp 115 juta adalah upaya pengaturan proyek lanjutan agar diberikan kepada Librata Nababan. Perbuatan terdakwa tercela dan tidak sesuai ketentuan UU," tambah hakim.

Hakim juga mengatakan, unsur melakukan atau menyuruh melakukan terpenuhi karena terdakwa pelaku utama, bukan pelaku ikut serta.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com