Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hindari Konflik Kepentingan Politik, Korporasi Harus Perkuat Sistem Pengendalian Internal

Kompas.com - 04/12/2018, 20:04 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Direktur PT Pertamina Hulu Indonesia Bambang Manumayoso mengatakan, kepentingan dari aktor-aktor politik terhadap korporasi dan sebaliknya bisa membuka potensi korupsi.

Oleh karena itu, perlu ada sistem pengendalian internal yang ketat.

"Di dalam Pertamina, kita ada beberapa bagaimana membangun integritas orang dengan mematuhi code of conduct, ini semuanya diatur," kata Bambang dalam diskusi "Donasi dan Pendanaan Politik, Bagaimana Pelaku Bisnis Menghadapinya?" di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa (4/12/2018).

Baca juga: Bisakah Parpol Dijerat Tindak Pidana Korupsi Korporasi? Ini Kata KPK

Bambang menjelaskan, dalam pedoman perilaku di perusahaan sudah ditegaskan bahwa pejabat dan pegawai harus netral terhadap politik.

Mereka juga harus mengutamakan kejujuran, tidak memiliki konflik kepentingan dan tidak kompromi dengan suap.

"Kalau di dalam aturan Pertamina kalau seseorang ingin berpartisipasi dalam politik monggo, sampeyan keluar atau didorong keluar," ungkapnya.

Baca juga: Empat Syarat Korporasi Bisa Dijerat Pidana Korupsi

Selain itu, perusahaan juga melarang melakukan kegiatan politik di dalam lingkungan perusahaan.

Selain itu pejabat dan pegawai dilarang memberikan sumbangan, penggunaan dana dan fasilitas perusahaan untuk kepentingan politik tertentu.

"Dan ini sangat ketat sekali menjelang Pemilu 2019 instruksi dari Direktur Utama PT Pertamina sangat jelas, netral, ada di zero, tidak boleh lebih, tidak boleh kurang. Zero artinya kita fokus kepada bagaimana kita creating more values kepada negara ini," ujarnya.

Baca juga: Pimpinan KPK Sebut Jerat Korporasi Lebih Rumit daripada Perorangan

Selain itu, perusahaan juga melarang adanya organisasi sosial atau profesi yang sengaja dibentuk untuk mendukung pihak yang berkepentingan dalam kontestasi politik tersebut.

Selain itu, pejabat dan pegawai juga dilarang membawa unsur-unsur politik ketika berinteraksi dengan para stakeholders perusahaan.

"Kita memang harus bermuka tebal, ya kalau enggak tebal bisa dikerjain kita. Kita yang yakinkan kita justru perlu dukungan politik bahwa energi kita harus maju, harus dibantu, bukan kita yang membantu, karena kita adalah tugas negara bagaimana energi menjadi value untuk negara ini," ujarnya.

Baca juga: KPK Tekankan Pentingnya Penguatan Sistem Pengendalian Internal Korporasi

Pemberian dana corporate social responsibility (CSR) juga tak boleh berkaitan dengan kepentingan politik.

Bambang bersyukur perusahaan juga sudah menjalin kerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memperkuat pencegahan di perusahaan.

"Terima kasih dengan KPK, bahwa kami sudah dibekali, jadi kalau ada permintaan uang jawab aja entar, besok, entar besok," katanya.

"Kalau para penjahat (koruptor) semakin pandai kita harus semakin pandai dan sistemik. Apa yang kami lakukan di Pertamina adalah kita menjelaskan pentingnya ini semuanya karena setiap uang kita harus ada harganya, tidak hilang karena untuk sesuatu dan kita sepakat tidak ada transaksional apapun," tegas Bambang.

Kompas TV Tahun politik membuat korporasi memilih "wait and see" alias menunggu untuk menentukan langkah ekspansi, salah satunya adalah sektor perbankan yang menunda proses IPO alias penjualan saham perdana. Sejumlah bank seperti Bank Mayora, Bank Sumsel-Babel dan Bank Syariah Mandiri yang semula akan menjual saham perdana tahun 2019 mengundurkan niat sampai dengan selesai masa pemilihan Presiden.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com