Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gara-gara Rupiah Melemah, Produsen Tahu Tempe jadi Serba Salah...

Kompas.com - 12/09/2018, 17:14 WIB
Junaedi,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

POLEWALI MANDAR, KOMPAS.com – Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS membuat posisi para produsen tempe menjadi tidak nyaman. 

Pelemahan rupiah membuat harga kedelai impor melambung hingga Rp 8.000 per kilogram. Akibatnya, produsen tempe mulai melakukan pembatasan produksi dan mengurangi ukuran tempe yang dijualnya. Namun, upaya ini justru menuai protes dari para pelanggannya. 

Hal ini terjadi pada sejumlah produsen tempe skala besar di Polewali Mandar, Sulawesi Barat.

Hajjah Muhti, produsen tempe skala besar di Desa Sugiwaras, Kecamatan Wonomulyo, Polewali Mandar bercerita, produksinya turun 40-60 persen akibat melemahnya rupiah, dan ukuran tempe juga menyusut. 

Baca juga: Rupiah Melemah, Pendapatan Perajin Tempe Turun 15 Persen

"Kami harus menyiasati mahalnya kedelai impor sebagai bahan baku utama tempe," kata dia kepada Kompas.com, Rabu (12/9/2018). 

Jika sebelumnya ia bisa memproduksi tahu dan tempe hingga lima kuintal per hari, namun sejak dua pekan terakhir produksinya turun menjadi dua kuintal per hari. 

tahu dan tempe produksi Hajjah Muhti ini sudah memiliki pelanggan dari berbagai daerah seperti Mamasa, Polewali Mandar, Majene, Mamuju, bahkan keluar provinsi seperti Kabupaten Pinrang. 

"Saat ini kami hanya memproduksi tahu tempe sesuai pesanan saja," lanjutnya. 

Terancam gulung tikar

Menurut Hajja Muhti, saat ini rata-rata pelanggannya di berbagai daerah juga mengurangi pesanan mereka. Sebagian bahkan menghentikan pesanan sementara karena alasan tahu tempe produksinya mahal.

Baca juga: Dedi Mulyadi: Seharusnya Tempe Kita Setebal TV 24 Inci

Hajja Muhti berupaya agar usaha turun temurun dari keluarganya tersebut tetap berjalan, salah satu caranya dengan menyiasati ukuran tahu tempe produksinya. Sayang upaya tersebut justru menuai kritikan pelangganya. 

Sejumlah pelanggan bisa menerima alasan mengapa ia melakukan strategi tersebut namun sebagian lainnya tidak. 

Turunnya produksi tahu dan tempe secara drastis ini membuat masa kerja belasan karyawannya hanya beroperasi hingga siang hari. Selebihnya istirahat.

Seperti pengusaha tahu dan tempe lainnya, Hajja Muhti berharap pemerintah bisa segera menyiasati keadaan agar usaha produksi tahu dan tempe miliknya yang sudah berjalan puluhan tahun, tidak tutup alias bangkrut, karena daya beli pelanggannya yang tidak terjangkau.

Imbas naiknya harga kedelai impor akibat melemahnya rupiah turut dirasakan oleh pedagang tahu tempe keliling atau eceran.

Menurut mereka, rata-rata pembeli mengalihkan untuk membeli lauk yang lain lantaran saat ini ukuran tahu dan tempe jadi mengecil. 

“Saya biasa bawa sampai 20 kantongan tahu, sekarang hanya bawa delapan kantongan saja. Itu pun susah laku,” jelas Samiren, salah satu pedagang sayur keliling di Takatidung, Polewali Mandar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com