Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Laki-laki Takut dengan Perempuan-perempuan yang Cerdas..."

Kompas.com - 03/03/2018, 16:33 WIB
Sigiranus Marutho Bere,
Erwin Hutapea

Tim Redaksi

KUPANG, KOMPAS.com - Dosen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Nusa Cendana Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Balkis Soraya Tanof mengatakan, pada dasarnya laki-laki takut dengan perempuan-perempuan yang cerdas.

Pernyataan itu disampaikan Balkis dalam seminar nasional yang digelar Sekretariat Nasional (Seknas) Jokowi di Aula El Tari, Kota Kupang, Sabtu (3/3/2018).

Seminar dengan tema "Dilema Perempuan dalam Pusaran Demokrasi" itu diikuti oleh 1.400 peserta yang sebagian besar adalah perempuan.

Menurut Balkis, perempuan ditakuti laki-laki karena memiliki sejumlah keunggulan yang tidak dimiliki oleh laki-laki.

Keunggulan itu, lanjut Balkis, karena perempuan sangat kuat lantaran menjalankan tiga peran gender reproduksi, yakni mengasuh anak dan mendidik anak, produksi dan fungsi komunitas, dan peran sosialnya.

"Peran produksi, hari ini perempuan sudah bekerja di ruang publik yang bernilai ekonomis karena jasa perempuan telah menjalankan fungsi komunitas dan peran sosial, misalnya menjadi ketua dalam komunitas sehingga perempuan layak menjadi pemimpin untuk NTT," ujarnya.

Baca juga: Risma: Emansipasi Wanita Jangan Keblinger

Balkis mengatakan, akan tiba waktunya ketika laki-laki mengakui perempuan sebagai rekan sederajatnya tak hanya dalam keluarga, tetapi dalam pemerintahan dan negara.

Perempuan, lanjutnya, butuh kebebasan dari kultur yang patriarkis dengan sistem yang kapitalis. Perempuan harus tampil sebagai pemimpin di eksekutif dan legislatif karena selama ini pemimpin yang ada adalah bergaya militer maskulin, perintah, dan kendal.

Jika perempuan berwajah feminin yang memimpin, maka akan ada rasa keibuan dan humanis yang memanusiakan manusia menjadi manusia yang seutuhnya.

Balkis menyebutkan, ada berbagai interpretasi yang keliru tentang paham dan makna seolah-olah perempuan NTT yang baik adalah yang mampu mengurus rumah tangga. Namun, perempuan yang tidak mampu mengurus rumah tangga dianggap perempuan yang menyimpang.

"Menurut saya, itu merupakan konsep gender yang konvensional. Kita harus merekonstruksi cara pikir kita dan cara pandang kita tentang perbedaan peran dan pekerjaan dari laki-laki dan perempuan itu bisa dilakukan oleh laki-laki dan bisa juga dilakukan oleh perempuan," jelasnya.

Baca juga: Kartini versi Hanung Bramantyo, Tak Melulu soal Emansipasi

Khusus di Provinsi NTT, sebut Balkis, hanya satu perempuan yang menduduki jabatan politik di eksekutif, yakni Wakil Bupati Manggarai Barat Maria Geong. Hal itu karena kultur patriarki yang menyebut perempuan merupakan subordinasi (bawahan) atau kelas dua.

"Karena hari ini menurut analisis saya bahwa laki laki takut terhadap perempuan-perempuan yang cerdas. Jangan pernah takut karena kita memiliki rahim dengan tiga pekerjaan yang tidak bisa dilakukan oleh laki-laki," tutur Balkis yang disambut tepuk tangan ribuan perempuan.

"Kalau kita suruh laki-laki mengurus rumah tangga, mereka akan menyebut kalau mereka bukan banci. Padahal, laki-laki hari ini menjadi pemimpin dalam kultur patriarki yang mendominasi jenis kelamin perempuan. Laki-laki itu lahir dari rahim perempuan dan menjadi pola asuh dari perempuan," sambungnya.

Balkis berharap pemimpin NTT ke depannya adalah perempuan yang memiliki karakter keibuan atau feminisasi kepemimpinan yang berani, tegas, santun, dan demokratis, serta harus emansipasi rasa, solidaritas rasa, dan toleransi rasa.

Kompas TV Jejak Perjuangan R.A. Kartini


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com