BANDUNG, KOMPAS.com - Kandidat gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil membantah ia disebut tidak punya adab (etika) politik yang kurang baik terhadap partai pengusungnya.
Hal itu dikatakan Ridwan menanggapi pernyataan pakar politik Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf, yang berpendapat bahwa Ridwan kerap berjarak dengan partai ketika telah sukses memenangi pilkada.
Pernyataan Asep merujuk pada kurangnya harmonisasi politik Ridwan Kamil dengan PKS dan Gerindra yang merupakan partai pengusungnya di Pilkada Kota Bandung 2013.
Hingga akhirnya, dua partai itu tak memberikan dukungan di Pilkada Jabar 2018.
"Jadi pengamat ini tidak mendapatkan data yang komprehensif. Saya rapat dengan PKS rutin, membantu dua partai rutin, yang terjadi ekspektasinya itu tidak sama," ujar Emil, sapaan akrabnya, Senin (30/10/2017) kemarin.
Emil menilai, masalah komunikasi politiknya dengan partai pengusung hanya terletak pada persepsi berbeda soal intensitas pertemuan dengan partai.
"Misalkan gini menurut saya komunikasi lima kali cukup, menurut versi partai harusnya 10 kali. Jadi tidak betul tidak berkomunikasi. Kan wakil saya Pak Oded, semua kepentingan PKS ada di Pak Oded, Gerindra rutin dibantu. Jadi yang mewacana sekarang masalah kepuasan intensitasnya saja," ucap Emil.
Baca juga : Pengamat Sebut Ridwan Kamil Punya Sikap One Man Show
Emil berpandangan, seorang pemimpin terpilih sudah seharusnya fokus mengabdikan diri kepada masyarakat. Maka, kata dia, ragam prestasi yang ia dapat bisa jadi bukti bahwa ia bekerja untuk kepentingan masyarakat.
"Tahun politik mah dicari aja cara-caranya menyimpulkan. Saya ini orang yang tidak berkapasitas. Maka, saya jawab dengan kinerja, karena kalau sudah terpilih komitmen pemimpin itu kepada rakyat, kepada partai proporsional, tapi maksimalnya kepada rakyat," ucapnya.
Baca juga : Kinerja Tak Cemerlang, Alasan PDI-P Tak Usung Ridwan Kamil di Pilkada Jabar
"Ditambah media harus paham karena saya cenderung saya tidak bersama PKS dan lain sebagainya dibukalah isu itu mencari cara," jelasnya.