Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

14 Jam Bertarung di Laut Seram

Kompas.com - 17/01/2017, 15:27 WIB
Frans Pati Herin

Penulis

KOMPAS - Laut Seram tak henti menebar keseraman kepada nelayan tradisional. Gelombang, angin, dan hujan senantiasa menerpa hampir setiap waktu.

Berkah laut yang melimpah kadang berubah jadi ruang pertarungan sengit dengan penangkap ilegal yang tak ramah dan bertingkah nekat. Kadang, korban nyawa tak terelakkan terjadi di tengah laut.

Yadi Bustan (42), nelayan asal Desa Kawa, Kecamatan Seram Barat, Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku, bertolak dari pesisir desa itu, Sabtu (14/1) sekitar pukul 03.00 WIT.

Mesin berkekuatan 15 tenaga kuda (PK) menderu mendorong badan perahu berukuran 0,5 gros ton (GT). Perahu berbahan fiber dengan panjang 7 meter, lebar 1,2 meter, dan tinggi 0,7 meter merayap dengan kecepatan sekitar 7 knot (12,96 kilometer per jam) di atas permukaan air yang teduh. Sesekali haluannya dihadang gelombang setinggi 0,5 meter.

Sekitar 10 mil laut (18,52 km) perjalanan, terlihat dua kapal berukuran sekitar 100 GT berjejer. Satu kapal dipenuhi lampu di sisinya dengan tujuan menarik perhatian ikan. Sementara kapal lain menebar jaring, mengepung kapal bercahaya benderang. Berton-ton ikan sudah terjebak di dalam jaring menunggu ditarik mesin.

Suara anak buah kapal terdengar keras barangkali sebagai ekspresi atas melimpahnya hasil tangkapan. Namun, sayangnya, maksud mereka tak dimengerti karena bukan berbahasa Indonesia atau Melayu. Dari kejauhan berlabuh satu kapal lagi.

Menurut pengalaman Yadi dan nelayan lain, ada kapal pengangkut yang siap membeli ikan. Bongkar muat ikan di tengah laut yang dilarang Kementerian Kelautan dan Perikanan tak berlaku malam itu.

Yadi pun kembali menarik pedal gas, bertolak lebih jauh ke tengah laut. Mustahil memancing di sekitar tempat itu karena semua ikan sudah disapu bersih. Mata jaring yang ditebar mampu menjaring ikan cakalang dan tuna kecil yang biasa diburu Yadi bersama nelayan tradisional.

Sekitar pukul 06.00 WIT, perahu Yadi tiba di sebuah rumah ikan beralas rakit gabus dan bambu. Di atas rakit berdiri pondok beratap daun sagu dengan dinding tripleks. Ukurannya sekitar 1,5 m x 1,5 m. Beberapa nelayan lokal dari Pulau Kasuari sudah tiba. Saat fajar menyembul, itulah waktunya ikan sedang lapar.

Dengan cekatan, Yadi dan teman-temannya membuang tali pancing dengan puluhan mata kail. Umpan buatan yang terpasang di mata kail langsung disambar. Sekali tarik, lebih dari 20 cakalang dan anak tuna berbobot 0,5 kilogram hingga 5 kg tersangkut mata kail. Namun, drama itu tak berlangsung lama, sekitar 25 menit saja.

"Kalau saat fajar pecah itu ikan buas sekali. Siapa cepat, ia dapat lebih banyak," ujarnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com