Sekretaris Eksekutif RPUK, Leila Juari, Kamis (31/12/2015), menyebutkan, warga yang belum memiliki akta itu umumnya melangsungkan pernikahan di bawah tahun 2007.
"Akibatnya, akta kelahiran anak-anak mereka juga tidak ada," kata Leila.
Dia memprediksi, ribuan warga Aceh belum memiliki akta nikah. Pasalnya, ketika konflik terjadi di Aceh, mereka tidak bisa mengurus administrasi pernikahan.
Selain itu, kesadaran pentingnya akta nikah belum diketahui masyarakat sehingga, meski Aceh telah damai, akta nikah belum diurus kembali ke Kantor Urusan Agama (KUA) di tiap-tiap kecamatan.
"Kami ingin mendorong pemerintah kabupaten agar memiliki layanan terpadu untuk pengadaan akta nikah dan akta kelahiran bagi pasangan atau masyarakat yang terkena dampak konflik pada masa lalu," lanjut Leila.