PONTIANAK, KOMPAS.com - Meski dalam musim kemarau seperti saat ini warga Pontianak, Kalimantan Barat kesulitan mendapat air bersih, PDAM tak bisa dengan serta merta melakukan desalinasi atau mengolah air laut menjadi air tawar. Hal itu disampaikan Wali Kota Pontianak Sutarmidji, Rabu (30/9/2015).
Sutarmidji mengatakan, untuk proses pengolahan air asin menjadi air tawar membutuhkan investasi sangat besar. Untuk peralatannya saja, sambung Sutarmidji, diperlukan dana sedikitnya Rp 300 miliar.
"Dengan alat itu air yang diproduksi sebanyak 1.300 liter per detik. Alat tersebut harus digunakan secara terus-menerus, tidak hanya saat kondisi air asin tetapi juga keadaan normal," kata Sutarmidji.
Menurutnya, Pemkot Pontianak bisa saja berinvestasi dengan membeli peralatan tersebut selama tiga tahun anggaran. Namun yang menjadi permasalahan, biaya operasional untuk memproduksi air asin menjadi air tawar cukup mahal yakni sekitar Rp 15.000–18.000 per meter kubik.
"Saat ini saja harga air PDAM berkisar Rp 3.500–4.000 per meter kubik. Jika dipaksakan menggunakan peralatan tersebut, tentunya akan ada kenaikan harga atau tarif pemakaian air PDAM sebanyak tiga hingga empat kali lipat dari yang berlaku saat ini. Pertanyaannya, apakah masyarakat kita mampu untuk berlangganan PDAM sebesar itu?" ujar Sutarmidji.
"Kalau misalnya hotel, usaha-usaha besar atau rumah-rumah mewah, mungkin hal itu tidak menjadi persoalan tetapi masyarakat kecil tentunya keberatan jika tarif PDAM melonjak tinggi,” tambah dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.