"Sejak tahun 1982 pertambangan batubara masuk ke kawasan kami, sejak itu pula 42 hektar sawah di Desa Tanjung Raman mati total, tanaman padi tak lagi sehat, dan menghasilkan, hal yang sama juga dengan enam desa lainnya, jika ditotal semua sawah sangat luas sekali," kata Pjs. Kepala Desa Tanjung Raman, Keriana, Sabtu (22/8/2015).
Dia mengatakan, enam desa yang kegiatan persawahan berhenti akibat lumpur batubara yakni, Desa Tanjung Raman, Desa Penanding, Ujung Karang, Kacing, Tengah Padang dan Pulau Panggung dengan total penduduk sekitar 6.000 jiwa. Hal yang sama juga dibenarkan perangkat desa setempat Kepala Seksi Petani, Hartawan.
Hartawan menambahkan kata dia terdapat empat pertambangan besar beroperasi di hulu Sungai Kemumu, sungai tersebut memiliki anak sungai yakni Air Gambir.
"Masyarakat enam desa tersebut hidup sepanjang sungai tersebut dengan memanfaatkan air sungai untuk keperluan persawahan, mandi, cuci, bahkan air minum jika kemarau, namun saat ini kondisi air keruh tak dapat lagi dikonsumsi," tambahnya.
Selain matinya ratusan hektar persawahan, lumpur batubara juga mengakibatkan hewan ternak seperti kerbau, sapi dan kambi menjadi kurus.
"Diduga karena minum air sungai bercampur limbah tambang, jadi kerbau, sapi dan kambing kurus susah untuk penggemukan," tambah Hartawan.
Sejauh ini, lanjutnya, masyarakat tak melakukan apapun terhadap kondisi tersebut, sawah yang tak lagi produktif akhirnya mereka tanami dengan kelapa sawit.
"Kami mau protes tak tahu protes ke mana, jadi ya dibiarkan saja, sungai, sawah rusak, ikan saja susah didapat, berbeda saat tambang belum hadir," katanya.
Warga berharap pemerintah setempat dapat bertindak tegas terhadap perusahaan tambang yang telah lama merusak kondisi pertanian dan sungai yang banyak dimanfaatkan oleh warga.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.