Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Populasi Pesut di Sungai Mahakam Makin Menyusut

Kompas.com - 24/07/2015, 22:20 WIB
Kontributor Balikpapan, Dani Julius

Penulis

BALIKPAPAN, KOMPAS.com - Hewan pesut (Orcaella brevirostris) yang hidup di Sungai Mahakam terus menyusut populitasnya. Lembaga non profit Yayasan Konservasi Rare Aquatic Species of Indonesia (RASI) merilis terdapat 86 ekor mamalia air tersebut yang terpantau masih hidup hingga akhir 2014 lalu.

Peneliti dan penasihat ilmiah RASI, Danielle Kreb mengatakan, jumlah itu jauh dibanding dari tahun-tahun sebelumnya. Hewan yang kerap disebut lumba-lumba air tawar itu bahkan menyusut pesat.

"Hipotesa kami di 1980-an bisa dua kali lipat dari sekarang. Adanya industri, maka (populasinya) terus berkurang. Penelitian kami, pesut mati rata-rata enam ekor setiap tahunnya di 1995 sampai 2000, lima ekor tiap tahunnya sekitar 2005. Sebelum 2014, tiga ekor tiap tahunnya," kata Danielle, Jumat (24/7/2015).

Kondisi terbaik sungai sebagai alam hidup pesut, kata Danielle, diperkirakan ada di masa sebelum 1990-an. Di bentang Sungai Mahakam dan anak-anak sungainya, pesut bisa hidup dan mudah ditemukan tengah bermain di rentang 80 kilometer hingga 600 kilometer dari muara sungai.

Bila dibanding sekarang, bentang itu berada di kabupaten Kutai Kartanegara hingga Kutai Barat. Kini, pesut tak lagi mudah ditemui sepanjang bentang itu. Area hidup pesut menyusut.

Danielle mengungkap, pesut bisa ditemui di rentang 180 km hingga 350 km dari muara, kini. Secara jumlah pun terus menurun dari waktu ke waktu. Pada tahun 2005, sekitar 90-an pesut pernah terpantau. Industri yang terus tumbuh tak ramah pada sungai dan anak sungai diyakini menyumbang kepunahan perlahan pesut.

"Pesut di wilayah Kukar masih lebih banyak. Kubar sudah susah. Dulu, setiap jam bisa dilihat di Muara Pahu Kubar. Sekarang, untung-untungan bisa melihat," kata dia.

Berbagai ancaman membuat populasi pesut berkurang. Danielle memaparkan, antara lain mulai dari anak-anak sungai yang dimanfaatkan perusahaan sebagai perlintasan alternatif untuk mengangkut batu bara; Anak-anak sungai menjadi tempat paling disukai pesut untuk berkembang biak; Ponton yang kerap melintasi anak sungai diyakini merusak bibir anak sungai dan akar pohon sebagai tempat ikan bertelur.

Ponton juga menghalau beragam ikan dan udang yang kebanyakan juga adalah makanan pesut. Tak cuma ponton, keberadaan kebun sawit yang sampai ke rawa-rawa juga membuat tempat hidup pesut semakin sempit.

"Kemudian penangkapan ikan berlebihan dengan listrik, racun, dan rengge. Juga sampah yang dibuang orang. Kami pernah bedah pesut dan temukan pampers (pembalut untuk bayi) ada dalam perutnya," kata Danielle.

"Tapi kini masyarakat (petani ikan) sudah lebih sadar akan pentingnya kehidupan pesut setelah kami memberi pengertian dan pengetahuan ke mereka," kata dia.

Populasi pesut kembali sempat terancam setelah beberapa bulan belakangan ponton batu bara ditemui melintasi di Sungai Kedang Kepala di Kecamatan Muara Kaman. Daniella mengatakan, Kedang Kepala merupakan zona inti kehidupan pesut. Bukan cuma pesut, sungai itu juga tempat warga Muara Kaman mencari ikan.

RASI menemukan sekitar 30 ekor pesut hidup di situ. Para pesut itu kawin, beranak, mencari makan, hingga bermain di sana.

Larangan ponton

Sehari lalu, Pemerintah Provinsi melalui SK Nomor 660.2/3925/B12/BLH/2015 mengatur soal izin berlayar ponton batubara yang dilarang melintas Sungai Kedang Kepala. Kebijakan itu dianggap angin segar bagi perlindungan pada pesut dan area hidupnya.

Bersama itu, kebijakan itu juga membuat lega warga Desa Muara Siran, Muara Kaman, yang sempat merasa terganggu oleh kehadiran ponton melintas sungai. Mereka memasang segala alat tangkap ikan di sana. Kehidupan mereka terusik kehadiran ponton pengangkut batu bara karena merusak alat tangkap.

Bukan hanya untuk pesut dan warga, surat itu sejatinya juga sekaligus mempertahankan Desa Muara Siran dan Sungai Kedang Kepala yang lahan gambutnya sebagai wilayah konservasi melalui SK Bupati Kutai Kartenegara Nomor 590/526/001/A.Ptn/2013 dan juga kawasan Cagar Alam berdasarkan SK Menhut Nomor 598/Kpts-II/1995.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com