Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Bengkel Pacul" Cak Ndari, Bikin Cangkul Cethok yang Dikenal sampai Sumatera

Kompas.com - 25/02/2015, 10:33 WIB
Kontributor Ungaran, Syahrul Munir

Penulis

UNGARAN, KOMPAS.com — Kata "bengkel" biasanya dipakai untuk menyebut tempat memperbaiki mobil atau sepeda motor. Namun, di Ambarawa, ada sebuah tempat namanya "Bengkel Pacul". Pacul dalam bahasa jawa artinya cangkul, salah satu alat vital dalam sistem pertanian di Indonesia.

Sesuai namanya, Bengkel Cangkul, yang terletak di Lingkungan Rejosari, Kelurahan Lodoyong, Ambarawa, ini adalah tempat mereparasi cangkul yang rusak. Selain itu, tempat ini juga memproduksi cangkul baru.

Bengkel Pacul ini diklaim pemiliknya sebagai satu-satunya di Kabupaten Semarang. Pemilik Bengkel Cangkul adalah Cak Ndari (62). Pria kelahiran Sidoarjo, Jawa Timur, ini menggeluti bisnis cangkul sejak delapan tahun yang lalu.

Awalnya, dia berkeliling menjual cangkul buatannya di sekitar Ambarawa dan Banyubiru. Kedua daerah itu memang dikenal sebagai lumbung padinya Kabupaten Semarang karena sawahnya yang luas dan subur.

"Saya dulunya ider (keliling) sampai dua tahun. Lama-kelamaan terkenal dan punya pelanggan, terus saya buka Bengkel Pacul di sini," kata Cak Ndari, saat ditemui, Rabu (25/2/2015).

Bagi warga Ambarawa, keberadaan Bengkel Pacul sangat mudah dicari. Jika melintasi Jalan Tambakboyo, tepatnya di pelintasan kereta api, ada sebuah pelat penanda bertulis "Bengkel Pacul" lengkap dengan penanda arahnya. Terlebih lagi, jika sedang membuat cangkul, sudah pasti suara ketam beradu dengan besi ditimpali suara mesin las bakal keras terdengar.

Bengkel Pacul Cak Ndari ini baru saja pindah lokasi setelah tergusur proyek reaktivasi jalur kereta api Ambarawa-Tuntang. "Satu hari rata-rata bisa membuat 15 cangkul. Bahannya dari besi pelat. Satu buahnya saya jual Rp 120.000. Tukar tambah juga bisa. Bawa pacul lama ke sini, diganti baru nombok Rp 75.000," ujar dia.

Terkenal

Para pelanggan Cak Ndari saat ini tidak hanya dari sekitar Ambarawa dan Banyubiru. Dari kota lainnya, seperti Salatiga, Ungaran, Temanggung, juga banyak. Bahkan, tidak jarang para pemesan datang dari Sumatera.

Khusus untuk dijual ke Sumatera, Cak Ndari membanderol cangkul buatannya seharga Rp 350.000. "Kayak mobil itu trayeknya nyebar, getok tular (dari mulut ke mulut). Dulu Ambarawanan, sekarang malah sampai Sumatera. Mereka adalah orang Ambarawa yang transmigrasi. Kalau pesan, 10 sampai 35 buah tiap bulan," kata dia.

kompas.com/syahrul munir Aktivitas di Bengkel Cangkul Cak Ndari di Jl Tambakboyo, Ambarawa.
Cangkul cethok

Cangkul produksi Cak Ndari mempunyai bentuk yang tidak lazim. Orang menyebutnya sebagai cangkul cethok. Cak Ndari membuatnya dari besi pelat ukuran persegi panjang. Bagian pelat yang akan menjadi pangkal cangkul kedua sisinya dilipat sampai bertemu ujungnya sehingga terbentuk lengkungan.

Di ujung lengkungan di bagian dalam itulah, dibuatkan kolom tempat gagang pacul. Cak Ndari memilih gagang pacul dari kayu aren atau glugu (kelapa). Bentuk ini dipertahankan Cak Ndari sebagai ciri khasnya.

"Cangkul yang biasa namanya pacul keprek, bentuknya rata. Kalau ini pacul cethok namanya karena bentuknya kaya pincuk (daun pisang yang ditekuk dengan lidi untuk tempat makanan)," ungkap dia.

Menurut salah satu pelanggannya, Mbah Priyo (75), cangkul cethok mempunyai beberapa kelebihan dibanding jenis cangkul lainnya, yakni lebih ringan dan hasil cangkulannya lebih bagus.

"Kelebihane niku enteng, bakoh (kokoh) dan kepenak. Kalau buat cangkul lebih dalam dan dapat tanahnya banyak," kata Priyo.

Menggeluti bisnis langka dan minim pesaing ini, bukan berarti Cak Ndari tidak pernah mengalami kesusahan. Pada masa-masa tertentu, pemesanan cangkul bisa turun drastis. Waktu sepi order biasanya pada saat bulan puasa.

"Susahe nek poso, arep tuku pacul diempet (susahnya itu kalau bulan puasa. Orang mau beli cangkul ditahan untuk kebutuhan lainnya)," kata dia.

Namun, Cak Ndari mengaku yakin bisnis bengkel paculnya ke depan akan tetap lancar. Satu-satunya kegelisahannya hanyalah, keahliannya tidak bisa diturunkan kepada anak-anaknya. "Nak saya empat, tiga perempuan sudah menikah. Satu yang laki-laki malah bekerja yang lain. Padahal, ini prospek," ujar dia.

Cak Ndari tidak pelit membagikan keahliannya memperbaiki cangkul maupun membuat cangkul baru kepada yang lain. Beberapa kali tempat kerjanya yang sederhana menjadi tempat praktik kerja lapangan (PKL) dari sejumlah SMK di Kabupaten Semarang. "Kalau saya meninggal, tidak tahu siapa yang meneruskan usaha ini," kata Cak Ndari.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com