Kubangan tersebut kerap memakan korban jiwa, sebagian besar anak-anak. Peristiwa terakhir, dua bocah sekolah dasar tewas tenggelam di kubangan bekas galian tambang alat berat di alur sungai Pabelan di Dusun Blangkunan Selatan, Desa Pabelan, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Selasa (9/12/2014). Kejadian tersebut tak ayal membuat duka mendalam bagi keluarga dua bocah bernama Helena Joyce (8) dan Sherin El Fareta Nindya (8) itu. Pun bagi warga sekitar yang menjadi semakin resah. [Dua Siswi SD Tewas Tenggelam di Kubangan Bekas Galian Tambang]
"Seharusnya setelah ditambang memakai alat berat, lubang-lubang itu ditutup lagi karena membahayakan warga, terutama anak-anak," ucap Diana Wulandari (38), ibunda mendiang Helena Joyce, Rabu (10/12/2014).
Diana masih terpukul atas kepergian putri tercintanya itu. Ia tidak menduga Joyce menjadi korban penambangan liar yang sering terjadi di sungai Pabelan. Mendiang Helena dimakamkan di pemakaman desa setempat Rabu siang sekitar pukul 11.00 WIB.
Diana menceritakan, Joyce dan sahabatnya, Sherin, ditemukan tidak bernyawa setelah tenggelam di kubangan bekas galian pasir. Helena merupakan warga Dusun Blangkunan Selatan, sementara Sherin asal Dusun Tegal Slerem, Desa Sedayu, Kecamatan Muntilan. Kedua korban masih duduk di kelas III SD Bentara Wacana, Kecamatan Muntilan.
Ketua Wilayah Gereja Katolik Mungkid Y Setyo Widodo menyesalkan ada warganya yang menjadi korban tidak langsung dari penambangan alat berat. Ia menilai, pemerintah dan para penambang alat berat berkewajiban untuk mengembalikan kondisi lahan seperti semula.
"Selain membahayakan anak-anak, bekas galian tersebut juga berpotensi menimbulkan overslah atau perubahan aliran banjir lahar dingin Merapi, harusnya jangan dibiarkan terbuka," ungkap Setyo.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Forum Rembug Lintas Merapi (FR-Merapi) Agus M Sidik berpendapat, pemerintah daerah setempat dan penambang liar adalah pihak yang paling bertanggung jawab atas peristiwa tewasnya Helena dan Sherin serta korban-korban sebelumnya. Maraknya penambangan liar yang memakai alat berat dinilai sebagai akibat lemahnya penegakan aturan peraturan derah (perda).
"Pemerintah masih belum dapat menindak tegas para penambang liar. Penambangan dibiarkan tidak terkendali," kata Agus.
Kepala Dusun Blangkunan Selatan Budyar menyebutkan, lubang-lubang galian tersebut merupakan sisa penambangan alat berat sekitar awal tahun 2004 silam. Disebutkan, kedalaman lubang galian tersebut sekitar 2-3 meter.
"Setelah menggali, kebanyakan mereka (para penambang) meninggalkan begitu saja lubang- lubang itu, tidak ditutup lagi," pungkas Budyar.