Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kekeringan, Saatnya Evaluasi Penanganan Lingkungan dan Penghijauan

Kompas.com - 28/10/2014, 05:50 WIB
Kontributor Kupang, Sigiranus Marutho Bere

Penulis

KUPANG, KOMPAS.com - Wahana Lingkungan Indonesia (Walhi) wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menilai kekeringan di NTT dan Indonesia merupakan akibat degradasi lingkungan, lantaran kualitas kawasan penyangga yang semakin memburuk. Program penghijauan pun harus dievaluasi, termasuk dalam penentuan tanamannya.

Direktur Walhi NTT, Herry Naif, Senin (27/10/2014), mengatakan penurunan kualitas lingkungan itu diperparah pemanasan global sehingga pemerintah provinsi NTT harus segera mengevaluasinya. "Sejumlah hal harus dilakukan, seperti melakukan pemantauan dan evaluasi kondisi kawasan hutan di NTT, apakah kondisinya masih baik ataukah memburuk," kata dia.

Pemerintah NTT dan pemerintah kabupaten se NTT, ujar dia, juga perlu mengevaluasi model pengelolaan sumber daya alam selama ini, apakah berorientasi pada keadilan ekologi, ataukah semata berorientasi pada pemenuhan pasar tanpa melihat baku mutu lingkungan.

Proses penyelamatan hutan, lanjut Herry, harus diorientasikan pada upaya pemulihan ekologi yang selaras alam. Artinya kata dia, proses penghijauan dilakukan dengan menanam pohon yang memang menghijaukan dan mendatangkan air. "Bukan dengan pohon yang berorientasi pasar seperti sengon, mahoni, dan ampupu," tegas dia.

Menurut Herry, harus ada pula daftar pohon yang mendatangkan air itu, untuk ditanam di daerah hulu. “Partisipasi rakyat didorong maju dengan mengakomodir kearifan lokal yang kosmosentris, bahwa alam menjadi fokus perhatian. Bukan homosentris yang menjadikan alam sebagai obyek keruk. Karena itu, keterlibatan lintas sektor dibutuhkan dalam upaya pemulihan ekologi."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com