Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mayoritas Anak di Daerah Kumuh di Bandung Jadi Korban KDRT

Kompas.com - 13/10/2014, 19:35 WIB
Kontributor Bandung, Reni Susanti

Penulis

BANDUNG, KOMPAS.com — Hampir 90 persen orangtua yang tinggal di daerah padat penduduk di Kota Bandung melakukan tindak kekerasan terhadap anak. Parahnya, mereka tidak menyadari bahwa tindakan tersebut adalah bentuk kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

"Kekerasan yang dilakukan beragam, mulai dari melontarkan kata-kata kasar, pemukulan, tidak kasih makan, hingga penguncian di sebuah ruangan pada malam hari," ujar pemerhati anak, Rani Razak Noe’man, dalam konferensi Gerakan Bandung Cinta Keluarga (GBCK), Senin (13/10/2014).

Rani menyatakan, warga yang tinggal di daerah kumuh atau padat penduduk rentan melakukan kekerasan pada anak. Sebab, tingkat ekonomi rendah membuat tekanan yang dirasakan begitu tinggi. Terlebih lagi, tingkat konsumerisme masyarakat yang semakin tinggi membuat seseorang lebih cepat stres.

"Saya mendapatkan info itu dari orang kedua yang melihat kejadian ini. Harus diakui, kesadaran masyarakat untuk melaporkan KDRT masih rendah. Akan tetapi, dengan GBCK, kita akan mendapatkan data dari orang kedua sehingga bisa mencari solusi bersama," ucapnya.

Ketua Penggerak PKK Kota Bandung Atalia Praratya Kamil menambahkan, selain tingkat ekonomi rendah, maraknya tindak kekerasan pada anak di daerah kumuh berangkat dari contoh dan kebiasaan. Bisa jadi, orangtua tersebut mencontoh cara orangtuanya dulu dalam mendidik anak. Ditambah dengan lingkungan yang biasa melakukan kekerasan, KDRT semakin lumrah terjadi.

Atalia mengungkapkan, tingkat KDRT di Kota Bandung cenderung meningkat setiap tahunnya. Data yang diperolehnya menyebutkan, pada 2012, tingkat KDRT di Kota Bandung sebesar 47 kasus, naik drastis pada 2013 menjadi 137 kasus. Hingga September 2014, kasus KDRT sudah mencapai 133 kasus.

Ke-133 kasus itu terdiri dari kekerasan terhadap istri sebanyak 86 kasus, kekerasan anak 40 kasus, pacaran 2 kasus, keluarga 2 kasus, dan terhadap perempuan 3 kasus.

"Itu jumlah yang terlapor saja. Tidak semua orang mau melaporkan kasusnya karena takut, menganggap sudah takdir, dan alasan lainnya," terang Atalia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com