Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bupati Kendal: Setelah Bebas, Napi Jangan Balik Lagi

Kompas.com - 17/08/2014, 13:06 WIB
Kontributor Kendal, Slamet Priyatin

Penulis


KENDAL, KOMPAS.com
- Bupati Kendal, Jawa Tengah, Widya Kandi Susanti secara simbolis memberi remisi kepada 117 narapidana di Lapas Kelas IIA dan IIB di Kabupaten Kendal, Minggu (17/8/2014). Empat napi di antaranya yang dapat remisi langsung bebas.

Seusai memberi remisi secara simbolis, Widya mengatakan, 117 napi yang dapat remisi ini berdasarkan surat dari Kementerian Hukum dan HAM. Dia berharap, napi yang dapat remisi dan langsung bebas, bisa mengambil hikmah dan jangan sampai kembali ke lapas ini.

“Usai bebas, napi harus bisa kembali bermasyarakat, dan jangan sampai kembali ke sini (lapas, red),” kata Widya, Minggu.

Dalam kesempatan itu, Widya mengungkapkan keprihatinannya atas kondisi Lapas IIA Kendal. Selain bangunannya sudah tua, ruangannya pun melebihi kapasitas.

Widya mengaku beberapa tahun lalu telah menawarkan solusi untuk membangun lapas di daerah Bleder, Kendal, sebagai pengganti Lapas IIA Kendal. Sebab di Bleder, Kemenkum dan HAM memiliki tanah yang luas.

“Ada sekitar 100,6 hektar tanah di Bleder, yang menjadi milik Kementerian Hukum dan HAM. Pemkab bisa membangunkan lapas di situ, tapi bangunan lapas lama, yang ada di samping perkantoran Pemkab Kendal ini, menjadi milik pemkab,” tambahnya.

Widya menjelaskan, pihaknya sudah berkomunikasi dengan pihak lapas, dan masih menunggu keputusan dari Kemenkum dan HAM.

Sementara itu, Kepala Lapas IIA Kendal, Kristiyanto Wiwoho, mengatakan, napi yang menghuni Lapas IIA melebihi kapasitas. Lapas yang terletak di samping kiri Alun-alun Kendal tersebut, kini dihuni 184 napi, padahal kapasitasnya hanya 151 orang. Namun begitu, kata dia, kelebihan ini masih bisa ditoleransi. “Tidak masalah, masih bisa ditoleran,” kata Kristiyanto.

Terkait dengan keinginan Bupati Kendal Widya Kandi yang ingin membangunkan lapas di Bleder, Kristiyanto mengaku, belum ada keputusan dari Kemenkum dan HAM.

“Prosesnya tidak mudah. Kami harus berkomunikasi dengan Kementerian Hukum dan HAM,” tambahnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com