"Ia berupaya untuk mencari kompensasi melalui dunia maya karena dia bisa mendapatkan superioritas dan impulsive behavior yang tidak diperolehnya di dunia nyata," kata Arief di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (16/4/2014).
Arief mengungkapkan, modus yang digunakan Tjandra adalah berpura-pura mengaku sebagai dokter perempuan yang menawarkan jasa konsultasi alat reproduksi gratis. Ia meminta korban mengirimkan foto pribadinya. Kemudian, ia menggunakan foto yang diperolehnya untuk mengadu domba antara orangtua korban dan guru.
Setelah foto diperoleh, pelaku membuat akun Facebook palsu dengan mengatasnamakan korban. Oleh pelaku, lanjut Arief, foto itu di-posting ke akun Facebook milik guru dan orangtua korban sehingga seolah-olah korban diminta oleh guru atau orangtuanya untuk mem-posting foto tersebut. Akibat peristiwa itu, orangtua dan guru korban saling tuduh satu sama lain.
"Pelaku ingin mengadu domba orangtua dan guru korban," kata Arief.
Sebelumnya, Tjandra, yang sehari-hari berprofesi sebagai Manajer Quality Assurance PT KSM, Surabaya, itu ditangkap tim penyelidik di kantornya pada 24 Maret 2014 lalu. Ia diduga menyebarkan konten pornografi anak-anak ke media sosial. Lulusan jurusan kedokteran gigi di salah satu universitas negeri di Surabaya itu disangka dengan Pasal 29 UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan Pasal 27 Ayat (1) jo Pasal 52 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dengan ancaman hukuman paling lama 12 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 6 miliar.
"Karena obyek korban melibatkan anak-anak, maka ditambah sepertiga dari maksimum ancaman pidana," kata Arief.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.