Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Mbah Kadiyem yang Sebatang Kara Setelah Ditelantarkan Anak 10 Tahun Lalu

Kompas.com - 08/03/2017, 07:00 WIB
Muhlis Al Alawi

Penulis

MADIUN, KOMPAS.com - Kehidupan Mbah Kadiyem (85), warga RT 01/RW 01, Dusun Ngulubang, Desa Mlilir, Kecamatan Dolopo, Kabupaten Madiun, menjadi perhatian banyak orang.

Semenjak hidup sebatang kara, Kadiyem hanya mengandalkan belas kasihan dari tetangga dan orang lain untuk hidup. Pasalnya, semenjak tiga tahun terakhir, Kadiyem tak sanggup berdiri.

Sehari-hari, Kadiyem hanya tergeletak tak berdaya di sebuah kasur lusuh di ruang tamu rumahnya yang pengap.

Rumah berukuran sekitar 6 x 6 meter milik Kadiyem tersekat menjadi tiga bagian. Tak ada satu pun perabotan rumah tangga. Dua ruangan masing-masing berukuran satu setengah meter. Lantai dan temboknya berlubang.

Hanya terdapat dipan kayu yang sudah lapuk dan beberapa peralatan dapur yang sudah usang. Di samping kiri dan belakang rumah Kadiyem terhampar sawah. Di samping kanannya, terdapat rumah kecil yang sudah kosong ditinggal pemiliknya.

Untuk penerangan ruang tamu yang menjadi kamar tidur, tetangganya berbaik hati mengulurkan listrik untuk sekedar menerangi ruangan. Satu lampu listrik 10 watt ditaruh di atas ruang tamu dan satu lampu berdaya 5 watt dipasang di teras rumahnya.

Lantaran tidak ada keluarga yang merawat, seorang tetangga bernama Sulami terketuk hati merawat Kadiyem. Sulami yang berstatus janda beranak satu ini dan tinggal persis di depan rumah Kadiyem.

Dia mengaku tak tega melihat Sulami hidup sebatang kara. Meski penghasilannya serba pas-pasan karena hidup sebagai buruh tani, Sulami tak pernah menyerah merawat Kadiyem. Keikhlasannya merawat nenek Kadiyem, membuat banyak orang berempati.

"Dulu sebelum kondisi Mbah Kadiyem tak berdaya, dia masih bisa menghidupi dirinya sendiri. Tapi setelah badannya lemas empat tahun terakhir, saya yang memberi makan, minum, memandikan hingga membersihkan kotoran hajatnya karena mbah Kadiyem tidak bisa berdiri dan berjalan lagi," kata Sulami di rumah Kadiyem, Senin (6/3/2017) siang.

Siang itu, karena ada tamu yang datang, Sulami mencoba membangunkan Kadiyem yang sedang tertidur pulas. Kadiyem yang dibangunkan tidak menyahut. Sesekali Kadiyem melenguh dan tidur kembali.

Menurut Sulami, sebelum hidup sebatang kara, Kadiyem tinggal dengan kakak kandungnya yang sama-sama menjanda bernama Darmilah.

Namun semenjak Darmilah meninggal, kondisi kesehatan Kadiyem menurun drastis. Kadiyem tergolek lemas tak berdaya dan hanya bisa terbaring di tempat tidurnya.

"Hari ini dia tidak mau makan dan minum. Tadi saya sudah coba suap untuk makan dan minum tapi Mbah Kadiyem tidak mau. Padahal kemarin masih mau makan dan minum," kata Sulami.

Sejak Kadiyem tergolek tak berdaya di kasur, lanjut Sulami, dia jarang berbicara. Sesekali Nenek Kadiyem mengigau minta pulang. Tetapi ketika ditanya mau pulang kemana, Kadiyem tak menyahut.

"Pernah Mbah Kadiyem mengigau 'ayo muleh' (ayo pulang)," tutur Sulami.

Menurut dia, sejatinya Kadiyem memiliki anak semata wayang yang saat ini tinggal di Lampung. Namun, dalam sepuluh tahun terakhir, anaknya yang bernama Gunari tak kunjung datang menengok ibundanya.

Padahal sebelumnya, Gunari rajin menengok Kadiyem dan mengirim uang untuk membiayai hidupnya lewat saudaranya yang tinggal di Ponorogo.

Bahkan Kadiyem pernah diajak ke Lampung oleh anaknya, tetapi karena tidak kerasan, dia akhirnya pulang kembali ke kampung halamannya. Semenjak memiliki dua istri, Gunari tak lagi menengok ibundanya. Tak hanya itu, putra semata wayangnya itu pun jarang mengirimi uang kepada Kadiyem.

"Anaknya sudah tidak pulang sepuluh tahun. Suaminya pun sudah meninggal lama. Mbah Kadiyem kini jatuh sakit dan tidak bisa jalan lagi. Padahal dulu bisa berjalan dan memasak sendiri," ujar Sulami.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com