"Ibu-ibu tahu kenapa saya kipas-kipas? Biar isis pak..," kata Mundjirin menirukan interaksinya dengan warga.
Dalam bahasa Jawa, "isis" berarti tidak gerah. Biasanya kata itu digunakan dalam situasi mencari angin segar di tempat terbuka atau dibawah pohon.
"Bapak-bapak, ibu-ibu suka enggak isis? Sukaaa.. Tapi hati-hati ya, ada ISIS yang membahayakan..." tambah Mundjirin.
Setelah pengantar dengan kipas itulah, Mundjirin mengungkapkan bahwa biasanya penjelasan mengenai bahaya ISIS akan mengalir dengan sendirinya dan lebih mudah dicerna masyarakat.
Mundjirin mengaku tidak mempunyai rencana khusus untuk membendung pengaruh ISIS di wilayahnya. Pasalnya, dia sangat memahami karakter masyarakat di Bumi Serasi ini.
"Untuk mengubah warga sudah biasa mujahadah, yasinan, tahlilan, maulidan saja sangat susah bahkan ada penolakan. Apalagi mengajak kepada hal yang ekstrem. Saya yakin sulit," tuturnya di ruang kerjanya, Selasa (12/8/2014) siang.
Selain melalui cara-cara yang lebih kreatif, menurut Mundjirin, Pemkab Semarang melalui Kesbangpolinmas telah melakukan koordinasi dengan pihak kepolisian serta tokoh-tokoh agama.
Dia mengatakan, komunikasi dengan tokoh-tokoh agama serta tokoh masyarakat sangat penting karena mereka merupakan panutan yang pandangan dan pendapatnya diikuti oleh masyarakat.
"Masyarakat disini sangat takdzim kepada kiainya. Apa kata kiainya pasti didengarkan. Kami terus berkomunikasi dengan tokoh-tokoh dari NU maupun Muhammadiyah sebagai ormas yang mengakar di masyarakat," tandas Mundjirin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.