Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Usia Waduk Saguling Tinggal 27 Tahun

Kompas.com - 08/11/2013, 14:34 WIB
BANDUNG BARAT, KOMPAS.com — Sisa usia Waduk Saguling di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, diperkirakan tinggal 27 tahun apabila penanganan pencemaran air dan sedimentasi Sungai Citarum tidak dilakukan secara komprehensif. Seharusnya, usia Waduk Saguling minimal masih 31 tahun lagi.

Waduk Saguling beroperasi sejak 1985 dan ditargetkan hingga 2044. Waduk ini merupakan satu dari tiga waduk yang membendung aliran Sungai Citarum. Dua waduk lain adalah Waduk Cirata di Kabupaten Bandung, Purwakarta, dan Cianjur, serta Waduk Jatiluhur di Kabupaten Purwakarta. Waduk Saguling paling terkena dampak polusi dan pencemaran Citarum.

Saat ini, laju sedimentasi di Waduk Saguling mencapai 4,2 juta meter kubik per tahun berupa lumpur dan sampah yang sebagian besar dari Citarum. Padahal, kapasitas normal penampungan sedimentasi di waduk hanya 4 juta meter kubik per tahun. Pada 2011 dari kapasitas penyimpanan lumpur sebanyak 167 juta meter kubik, sudah terisi 94,1 juta meter kubik.

Manajer Sipil dan Lingkungan PT Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan Saguling Haryanto, di Bandung Barat, Kamis (7/11), mengatakan, selain memperpendek usia waduk, sedimentasi tersebut memperburuk kinerja Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Saguling.

Dia mengatakan, Waduk Saguling berperan vital memproduksi listrik interkoneksi Jawa-Bali. Pada 2012, PLTA Saguling menargetkan tenaga listrik ke sistem interkoneksi Jawa-Bali sebesar 2.764 gigawatt per jam setiap tahun. Tenaga listrik itu setara penggunaan bahan bakar minyak 650.000 ton setahun.

Haryanto mengatakan, kandungan bahan kimia berbahaya dalam air waduk akibat pencemaran limbah rumah tangga dan pabrik di daerah aliran Citarum rentan memicu korosi alat pembangkit listrik. Air yang tercemar juga memicu pertumbuhan eceng gondok yang sulit dikendalikan. Saat kemarau, pengerukan gulma dan sampah di waduk mencapai areal 0,5 hektar per hari. Populasi gulma bertambah saat musim hujan menjadi 1,5 hektar per hari.

”Sungai Citarum membutuhkan perhatian dan uluran tangan berbagai pihak. Ibarat manusia, kondisinya sangat memprihatinkan,” kata Haryanto.

Haryanto berharap pencemaran di Citarum menjadi perhatian semua pihak, terutama pabrik yang banyak tersebar di hulu. Salah satunya membuat dan mengaktifkan instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Pengolahan limbah melalui IPAL bisa meminimalkan tingginya kandungan bahan kimia di Citarum.

Menurut Wakil Bupati Bandung Barat Yayat T Soemitra, perlu peran provinsi menangani permasalahan pencemaran Citarum. Alasannya, Citarum dan anak sungainya melintasi banyak kota dan kabupaten di Jabar. Kabupaten Bandung Barat, menurut Yayat, selama ini hanya mendapatkan sisa sampah dari hulu Citarum di Kabupaten Bandung. (che)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com