Menurut Yesmil, dengan berubahnya tujuan terorisme dari ideologi seperti Islam menjadi kepentingan untuk merusak stabilitas negara, tidak menutup kemungkinan dimanfaatkan oleh kekuatan pesaing dari partai yang saat ini tengah berkuasa.
"Karena perubahan kepentingan, ini bisa menjadi terorisme bayaran untuk 'kepentingan' tertentu. Mungkin dibayar bukan dengan uang, tapi, yang jelas, untuk mengacaukan situasi," kata Yesmil di Bandung, Rabu (11/9/2013).
Setelah situasi Indonesia sudah mulai kacau akibat penembakan tersebut, lanjut Yesmil, kontestan pemilu yang memiliki kekuasaan lebih akan memperparah keadaan melalui sikap premanisme mereka dengan cara "pembunuhan" karakter.
"Seperti mendiskreditkan pemerintahan yang ada agar partai penguasa tidak menjadi kuat," ucapnya.
Jika kondisi sudah semakin karut-marut, sambung Yesmil, aktor intelektual di balik skenario penghancur stabilitas negara akan muncul ke permukaan menjadi sosok pahlawan.
"Dari kekacauan akan tumbuh hero dari situasi semacam ini. Arahannya tentu saja untuk menciptakan instabilitas agar mereka bisa melakukan kegiatan yang mereka anggap paling benar dan memenangkan kepentingan mereka sendiri," tuturnya.
Disinggung soal adanya upaya mengganggu kinerja dari KPK dalam memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia, Yesmil tidak melihat kemungkinan tersebut. Menurutnya, pelaku sengaja menembak Bripka Sukardi hanya untuk mencuri perhatian media. Pasalnya, tindak tanduk KPK selama ini selalu menjadi sorotan media.
"Mereka sengaja menembak di depan kantor KPK. Tidak ada gunanya melakukan teror kalau tidak ada berita," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.