SEMARANG, KOMPAS.com - Program keluarga berencana (KB) laki-laki dengan metode operasi pria (MOP) atau vasektomi disebut sepi peminat. Capaiannya hanya 3 persen secara nasional.
Permasalahan KB itu disebut Wali Kota Semarang, Hevearita G Rahayu sebagai salah satu tantangan untuk pembangunan keluarga berkualitas di Kota Semarang.
Baca juga: KB Laki-Laki Sepi Peminat, Hanya Capai 3 Persen
"Kalau umpamanya KB, ada yang suami tidak mau. Pokoknya buat anak terus saja. Ini suatu tantangan. Hal-hal seperti ini yang harus diedukasi atau perlu treatment khusus," tegas Ita usai peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-31 di Simpang Lima, Kota Semarang, Sabtu (29/6/2024).
Padahal dia menilai program KB menjadi tanggung jawab pasangan suami istri, bukan dibebankan kepada istri saja.
Mengatasi permasalahan rendahnya partisipasi KB laki-laki di daerahnya, Pemkot Semarang memberi stimulan berupa uang tunai Rp 1 juta bagi laki-laki yang melakukan KB vasektomi.
"Iya, kalau di Semarang dapat stimulan kalau vasektomi. Sudah lama, sampai sekarang reward-nya masih (berjalan)," bebernya.
Besaran stimulan yang diterapkan Pemkot Semarang disebut jauh lebih besar dari BKKBN. Dengan begitu, dia berharap kaum laki-laki lebih tertarik dan memiliki kesadaran untuk melakukan program KB.
"Kalau BKKBN cuma dapat Rp 300.000 kalau Kota Semarang Rp 1 juta," ungkap Ita.
Baca juga: Vasektomi Gratis dan Dapat Uang Imbalan, Ini Penjelasan BKKBN
Melansir laman resmi DP3AP2KB Kota Surakarta, vasektomi juga dikenal dengan Metode Operasi Pria (MOP).
Vasektomi ini dilakukan dengan menjalani prosedur operasi dengan memotong vas deferes yakni saluran tabung kevil di dalam skortum yang membawa sperma dari testikel menuju penis.
Metode ini disebut bersifat permanen namun diklaim tidak menghalangi pria mengalami orgasme atau ejakulasi.
Baca juga: Selain Stunting, Kepala BKKBN Dorong Penyuluh Keluarga Berencana Peduli Kesehatan Jiwa
Ita mengatakan tantangan selain KB yakni pencegahan dan penanganan stunting. Terlebih bila orangtua tidak mau terbuka dengan pola asuh anaknya.
"Yang utama adalah ketika orangtua tidak mau terbuka, itu yang susah. Karena kalau terbuka kita pasti tahu intervensinya apa. Umpamanya jika ada anak stunting atau remaja anemia yang tidak mau minum tabletnya, ya bagaimana harus minum," jelasnya.
Akhirnya, Pemkot Semarang menginisiasi Pelayanan dan Edukasi Kesehatan Pelajar Terpadu Kota Semarang (Piterpan). Pemda melakukan kegiatan berkeliling sekolah untuk makan bersama dan minum tablet penambah darah bagi remaja putri.
"Jadi semuanya makan bersama langsung minum bareng-bareng di depan kita semua. Ini juga edukasi terhadap guru-guru, kalau minum pil itu bareng-bareng di kelas, mungkin pas barengan terbuka di tempat seperti ini," tandas Ita.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.