BATAM, KOMPAS.com- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyebutkan dua dari empat perusahaan operator ferry penyeberangan Internasional tidak koperatif dalam penyelidikan dugaan kartel permainan tarif harga penyebrangan tujuan Batam - Singapura.
Ketua KPPU Kanwil I, Ridho Pamungkas menyampaikan kendala ini kemudian kemudian memunculkan dugaan monopoli harga pasar, dari awal penyelidikan mengenai keberadaan kartel dalam kenaikan tarif tersebut.
KPPU menegaskan hingga kini masih fokus dengan pemeriksaan empat operator ferry, yaitu Batam Fast, Horizon, Sindo Ferry, dan Majestic Fast Ferry.
Baca juga: Peretas Situs Tiket Kapal Batam-Singapura Ditangkap di Jakarta
Sebelumnya, penyelidikan terkait kenaikan tarif penyebrangan Batam-Singapura dilakukan setelah adanya laporan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kota Batam pada 2022.
Dalam perjalanannya, KPPU telah melakukan pemeriksaan terhadap para pelapor dan saksi dalam kasus ini di antaranya Kadin Kota Batam, operator pelabuhan, Badan Pengusahaan (BP) Batam dan Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).
Untuk diketahui, kenaikan harga tiket penyebrangan ini dinilai cukup signifikan.
Sebelumnya pihak operator hanya menerapkan harga Rp260 ribu untuk tiket two ways (PP) Batam - Singapura.
Kenaikan harga sendiri dimulai sejak terjadinya pandemi Covid-19, operator secara bersama-sama menaikkan harga hingga mencapai angka Rp 700.000 untuk tiket two ways (PP) Batam - Singapura.
"Dari empat operator kapal ini, dua di antaranya kurang koperatif. Seperti hari ini kami undang FGD, hanya tiga yang datang," jelas Ridho Pamungkas ditemui sesaat setelah FGD tertutup terkait pembahasan tarif penyeberangan ferry di Gedung Marketing Badan Pengusahaan (BP) Batam, Selasa (11/6/2024).
Baca juga: Sudah Penuhi Panggilan KPPU, Bos Garuda Tegaskan Tidak Ada Kartel Tiket Pesawat
Tidak hanya itu, salah satu kendala lain adalah keterbukaan informasi faktor pembentuk harga, selain operasional dan faktor suplai serta permintaan.
Dari empat, sudah ada dua operator ferry yang menunjukkan hasil perhitungan komponen biaya yang membentuk harga tiket ferry tersebut.
Kondisi kantor pusat operator ferry Internasional yang berada di Singapura, juga menjadi kendala dalam penyelidikan yang telah dimulai sejak 2022 silam.
"Untuk itu salah satu upaya kami, menjalin komunikasi dengan KPPU Singapura, atau CCCS. Karena kini kenaikan harga, juga telah mendapat tanggapan dari calon wisman asal Singapura yang akan berlibur ke Batam," lanjutnya.
Walau belum merinci terkait jalannya penyelidikan hingga saat ini, pihaknya mengaku yakin dengan permainan kartel yang masih berlangsung saat ini.
Untuk itu, pihaknya mengingatkan apabila terbukti melakukan monopoli atau persaingan usaha tidak sehat, maka KPPU dapat memberikan sanksi administratif maupun sanksi denda minimal Rp 1 miliar dan maksimal dihitung berdasarkan keuntungan dari penjualan.
Meski tidak memiliki kewenangan sebagai eksekutor, KPPU dapat bekerja sama dengan pengadilan untuk mengeksekusi pihak operator ferry jika sanksi tidak dibayar.
Baca juga: Belajar dari Ekuador, Negara Jajahan Baru Kartel Narkoba
Sementara itu Anggota KPPU Pusat, Eugenia Mardanugraha menambahkan, indikasi persaingan usaha tidak sehat bisa dilihat dari profit margin bisnis.
Apabila profit marginnya wajar, tidak berlebihan, maka bisa dinyatakan persaingan usahanya sehat, begitu pun sebaliknya.
Meski demikian, saat ini KPPU belum mengantongi informasi profit margin yang diperoleh perusahaan operator ferry Batam - Singapura.
"KPPU akan berusaha semaksimal mungkin dengan memberikan saran kepada Pemerintah untuk mengubah regulasi terkait tarif, serta menyarankan agar harga tiket ini bisa turun sekaligus tidak merugikan pelaku usahanya," tambahnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.