Pada tahun 1930, persekutuan Kristen di Kabupaten Demak terus berkembang dan sempat menjalankan ibadah dari rumah ke rumah hingga dibangun sebuah rumah ibadah di Betengan berkat kemurahan hati seseorang.
"Saking banyaknya tidak cukup tempat, puji Tuhan ada seseorang yang menawarkan tanah yang dibeli murah kemudian tanah itu digunakan untuk membangun gereja," kata Pendeta Jefta.
Pendeta Jefta menambahkan, perjalanan komunitas Kristen di Kabupaten Demak sempat memudar dan muncul kembali pada tahun 1950-an. Selanjutnya pada tahun 1955 GKJ Demak diresmikan menjadi lembaga yang mandiri.
"Ceritanya itu kami sempat putus, tahun 1950-an kurang lebih mulai muncul lagi dan di tahun 1955 itulah GKJ Demak ini berdiri, sebagai bangunan gereja dan itu yang kami jadikan patokan berdirinya GKJ Demak," katanya.
Baca juga: Sejarah GPIB Marga Mulya, Gereja Protestan Peninggalan Belanda di Kawasan Malioboro
Masih satu komplek dengan GKJ Demak, waktu itu pernah dibangun rumah ibadah umat Kristen yang menginduk gereja di Semarang. Namun fisik bangunan lama kini dirobohkan.
"Dulu kira-kira 100 jemaat lebih, sebelum tahun 1955 itu sudah ada bangunannya diampu dari Semarang," ujar Pendeta Jefta.
Baca juga: Diduga Kampanye di Gereja Makassar, Caleg Gerindra Sulsel: Acara Keluarga dan Selesai Ibadah
Setelah tahun 1955, jemaat GKJ Demak terus berkembang dan banyak memunculkan komunitas Kristen lain di Desa Cabean, Desa Bango dan Desa Kedondong, Kecamatan Demak serta Desa Mojosimo di Kecamatan Gajah.
"Empat daerah tersebut bisa membentuk komunitas yang semakin besar dan bisa membangun gereja di daerah tersebut, sampai dengan saat ini empat tempat itu menjadi bagian dari GKJ Demak," terangnya.
Khusus untuk GKJ Puri Asih di Desa Kedondong, Kecamatan Demak, Kabupaten Demak, kini menjadi lembaga sendiri tidak menginduk ke GKJ Demak.
"Tahun 2017 gereja yang ada di Kedondong itu dewasa secara lembaga, sehingga mereka tidak lagi bergantung pada kami soal administrasi dan sebagainya," imbuhnya.