KOMPAS.com - Kasus penolakan sebagian warga Aceh terhadap ratusan pengungsi Rohingya saat hendak berlabuh dengan perahu kayu, disebut sosiolog bisa memicu kekacauan dan mempertegas gesekan antara warga di masa depan.
Di sisi lain, pemerhati pengungsi Rohingya mengatakan gelombang pengungsi yang datang ke Indonesia kemungkinan akan semakin besar ke depan, karena bantuan internasional untuk pengungsi ini teralihkan ke Ukraina dan Gaza.
Seorang pengungsi Rohingya yang akhirnya mendarat di Pidie mengaku khawatir dengan penolakan warga setempat.
Pemerintah Indonesia menyerukan agar negara-negara yang meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951 “menunjukkan tanggung jawab lebih”.
Baca juga: Nasib Pengungsi Rohingya Ditolak Warga Bireuen dan Aceh Utara, Sekda: Warga Merasa Tersakiti
"Jangan minta dipukul,“ teriak pria berbaju biru sambil menunjuk wajah salah satu pengungsi Rohingya dengan gembolan putih di punggungnya.
“Nggak boleh [masuk], naik ke atas boat kapal,“ kata pria lainnya memaksa sejumlah pria kembali ke kapal kayu yang berjarak sekitar 30 meter dari bibir pantai di Desa Ule Madon, Kabupaten Aceh Utara, Kamis (16/11).
Ini merupakan gambaran dari penolakan sebagian warga setempat terhadap pengungsi Rohingya dari rekaman video yang diterima BBC News Indonesia.
Sebelumnya kapal yang berisi lebih 200 pengungsi juga ditolak warga saat memasuki Kuala Pawon, Kabupaten Bireuen.
Meskipun menolak kedatangan pengungsi, ratusan warga sempat memberikan bungkusan berisi makanan dan pakaian bekas kepada para pengungsi sebelum akhirnya mengusir mereka kembali ke dalam kapal. Para pengungsi kembali melanjutkan perjalanan bertaruh nyawa.
Di atas kapal kayu itu, terlihat pengungsi berjubal dan menatap dengan wajah sedih ke daratan – sebagian dari mereka adalah perempuan dan anak-anak.
Baca juga: Kapal Rohingya di Perairan Lhokseumawe, Imigrasi Cuma Memantau
Wartawan Hidayatullah di Aceh yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, mengatakan total 343 pengungsi sekarang berada di penampungan sementara Gedung Yayasan Mina Raya. Dari jumlah itu terdapat 103 anak-anak dan balita.
Dengan kedatangan pengungsi, kini gedung Mina Raya dipadati 482 orang Rohingya. Sisanya berasal dari kedatangan pengungsi tahun sebelumnya.
Menurut laporan warga sekitar, para pengungsi ini bisa sampai di lokasi pengungsian sementara, lantaran kapalnya sengaja dipacu dengan kecepatan tinggi, membuat mesin rusak, dan kapal kandas ketika mendekati daratan.
Untuk kebutuhan makanan, mereka mendapat layanan dari Kementrian Sosial. Dalam masa tanggap darurat, makan mereka diatur tiga kali sehari secara rutin. Mereka juga memperoleh pemeriksaan kesehatan.
Baca juga: Sulit Meyakinkan Warga yang Telanjur Terluka oleh Sikap Rohingya
Mustaqimmah (22) salah satu pengungsi Rohingya asal Bangladesh ikut rombongan kapal pertama. Ia membawa serta tiga anak di dalam kapal, dan sejauh ini pergi karena “susah hidup” di negara asalnya.
“Saya melaut selama sebelas hari, dan makan sehari sekali,“ katanya.
Pengungsi lainnya adalah Muhammad Abbas, 17 tahun. Ia datang sendirian dan “saya mencari tujuan [negara] mana saja yang lebih aman.”
Sejauh ini, Abbas mengaku khawatir dengan penolakan sebagian warga. “Ada [warga] yang ditakutkan, tapi ada juga yang menolong. Kalau ada yang menolong syukur Alhamdulillah (segala puji bagi Allah),” katanya.