Tim khusus ini, kata Han, nantinya terlebih dahulu melakukan assesment mengidentifikasi data lahan dan dipadukan dengan data awal yang dipegang BPN.
Data itu meliputi pelepasan hak yang telah diterbit oleh pihak desa menjadi HPL milik ITDC.
"Intinya begini tanah dalam HPL sudah dilepaskan haknya, sudah terbayar."
"Nantinya pada sewaktu-waktu akan dibuka data pelepasan hak. Kami pun tidak berani membuka data tanpa ada persetujuan dari tingkat Kanwil (Kantor Wilayah), harus izin dari sana," ungkap Han.
Diterangkan Han, sejumlah langkah mediasi di tingkat kabupaten sampai provinsi telah dilakukan warga yang mengklaim tanahnya belum terbayarkan haknya di atas HPL ITDC.
Namun hingga saat ini proses tersebut tidak menemukan titik terang dan kerap menimbulkan persoalan terlebih saat event MotoGP.
"Dari tingkat mediasi kabupaten, di provinsi, tapi tidak membuahkan hasil penyelesaian sengketa di Mandalika," kata Han.
Dia menyarankan warga yang mengklaim lahannya belum terbayarkan atau dikuasai secara sepihak oleh PT ITDC bisa menunjukkan alas hak untuk melakukan gugatan di pengadilan.
"Silakan ajukan gugatan ke pengadilan biar hakim yang memutuskan jika itu pilihannya kalau yakin punya data dan ada buktinya."
"Karena lebih bagus yang memutuskan itu adalah hakim di pengadilan," katanya.
Subhan mengatakan, sengketa lahan yang kerap muncul ketika event berlangsung di area KEK Mandalika itu pun pihaknya sangat terbuka untuk melakukan mediasi antara warga dan ITDC.
Bahkan, dia juga menyarankan agar pihak ITDC terbuka dengan data lahan yang diterbitkan sesuai data HPL yang dikuasai oleh negara antara tahun 2018-2019.
Han menargetkan tim khusus atau satuan tugas (Satgas) sengeketa lahan yang akan dibentuk nantinya bertugas menyelesaikan kasus-kasus lahan khusus di dalam kawasan KEK Mandalika.
"Kami sudah buat MoU dengan kejaksaan tinggal kita beri SK. Target kami event MotoGP 2024 ini bisa selesai persoalan ini."
"Kami juga sudah ke beberapa titik turun untuk mengecek lahan yang masih dianggap bersengketa. Pada prinsipnya kami hanya menjembatani tidak bisa memutuskan," ungkap Han.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.