SUMBAWA, KOMPAS.com - Ibrahim (58) berdiri di tengah arena permainan barempuk. Sebagai wasit, ia memberi aba-aba. Gerakan tangannya menandai permainan dimulai.
Suara gong dan gendang bertalu mengantar pemain barempuk. Mandala (14), maju berlarian sembari melantunkan pantun. Ia menantang pemain lain untuk melawannya.
Melihat itu, Aksan (12) langsung terpanggil untuk mencoba peruntungan. Meski dari segi usia terpaut dua tahun, ia membalas tantangan Mandala melalui pantun sebagai pertanda siap bermain. Keduanya segera memasuki arena permainan barempuk.
Barempuk adalah permainan rakyat Sumbawa berupa tarian yang ditujukan sebagai rasa senang dan syukur atas hasil panen padi yang diperoleh warga.
"Kalau dulu, barempuk dilakukan di pematang sawah saat panen raya padi. Tetapi kini biasa dilakukan saat festival budaya dan even lainnya," kata Ibrahim, Jumat (27/10/2023).
Baca juga: Iriana Jokowi Datangi SDN di Surabaya, Coba Permainan Tradisional dan Bagi-bagi Sepeda
Sebagai pendiri sanggar seni Matano Desa Poto, Kecamatan Moyo Hilir, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), ia mulai melakukan regenerasi pemain barempuk.
Dulu, pemain barempuk adalah orang dewasa. Namun, Ibrahim kini melatih anak dan remaja agar bisa menguasai permainan tersebut di sanggar seni miliknya.
"Mandala dan Aksan terlihat seperti pemain profesional. Padahal ini tampilan perdana mereka di festival budaya dan disaksikan banyak penonton," ujar Ibrahim.
Baca juga: Serunya Aktivitas Pebalap MotoGP Mandalika, Beli Topi Caping dan Jajal Olahraga Tradisional NTB
Barempuk ditarikan oleh dua orang laki-laki atau lebih dengan iringan musik tradisional yaitu gong dan gendang serta alat musik tiup yaitu serune khas Sumbawa.
Tarian ini beradu fisik di antara kedua penari, saling hantam dan menghadang. Tarian ini juga diawasi oleh seorang wasit yang akan melerai kedua penari jika terlibat baku hantam.
"Permainan ini dilakukan dengan cara saling memukul namun tetap dalam suasana kegembiraan," jelas Ibrahim.