Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dody Wijaya
Komisioner KPU DKI Jakarta

Komisioner KPU Provinsi DKI Jakarta & Peminat Kajian Kepemiluan

Mitigasi "Pemilu Berdarah" 2024

Kompas.com - 24/10/2023, 14:33 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MEMBACA kembali refleksi pemilu 2019, di mana 894 petugas pemilu meninggal dan 5.175 petugas jatuh sakit.

Ada kisah tentang pak Tommy petugas KPPS 19 Pacar Keling Surabaya meninggalkan putranya yang kini hidup tanpa orangtua.

Juga cerita tentang Pak Sapto Nugroho, Ketua Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Tasikmadu, Karanganyar yang mengembuskan napas terakhirnya setelah perawatan seminggu di rumah sakit.

Di Jakarta Barat, seorang petugas pemilu meninggal di depan Panitia Pemungutan Suara (PPS) setelah mengantarkan kotak suara di kelurahan.

Di Jakarta Selatan, tempat penulis bertugas pada Pemilu 2019, terdapat delapan petugas pemilu yang menjadi korban jiwa.

Selama beberapa hari, penulis harus berkeliling mengebumikan petugas pemilu yang meninggal dunia.

Salah satunya rekan kerja penulis, ASN dari sekretariat KPU wafat satu bulan setelah pemungutan suara karena kelelahan dan riwayat penyakit jantung.

Pemilu 2019 dan narasi mereka yang ditinggalkan karena beban berat penyelenggaraan pemilu tak boleh lagi terjadi.

Jangan sampai juga kita mengikuti pandangan Joseph Stalin “satu kematian adalah tragedi; satu juta kematian adalah statistik." Setiap nyawa “pahlawan demokrasi” yang dipertaruhkan adalah tragedi kemanusiaan yang harus dicegah terulang kembali!

Problemnya, undang-undang penyelenggaraan pemilu yang digunakan masih sama dengan pemilu 2019. Jumlah surat suara yang digunakan sama, pemilu juga diselenggarakan serentak antara pileg dan pilpres.

Syahdan, rencana KPU menerapkan metode penghitungan suara dua panel tidak disetujui Komisi II DPR. Dengan demikian, penyelenggaraan pemilu 2024 akan menerapkan tata kelola yang relatif sama dengan pemilu 2019. Hal ini berpotensi terjadinya "bloody" pemilu terulang kembali.

Penyebab Bloody Pemilu 2019

Kajian Kementerian Kesehatan (2019) menyebutkan, penyebab terbanyak kematian di Jawa Barat adalah gagal jantung dengan jumlah 24 jiwa dan di Jawa Timur 11 jiwa.

Penyebab terbanyak kematian di Jawa Tengah adalah infarct myocard (serangan jantung) sebanyak tiga jiwa. Selain itu karena koma hepatikum, stroke, respiratory failure, hipertensi emergency, meningitis, sepsis, asma, diabetes melitus, gagal ginjal, TBC, kegagalan multi organ.

Masih menurut Kementerian Kesehatan, ada 11.239 petugas Pemilu yang sakit. Setidaknya ada sembilan jenis penyakit mereka, yakni Hipertensi Emergency, Diabetes, Asma, Dispepsia, Gastritis, infeksi saluran kemih, typoid, syncope, dan stroke.

Secara kumulatif, usia petugas yang sakit paling banyak berkisar antara 30-39 tahun.

Sedangkan menurut hasil kajian lintas disiplin UGM atas meninggal dan sakitnya petugas pemilu 2019, petugas yang meninggal usia antara 46-67 tahun, sebanyak 80 persen di antaranya melaporkan adanya riwayat penyakit kardiovaskular.

Studi ini juga menemukan beratnya beban kerja KPPS antara lain mempersiapkan & mendistribusi surat pemberitahuan pemilih: 8-48 jam, mempersiapkan TPS: 7,5-11 jam, dan hari pemungutan dan penghitungan suara: rata-rata 20-22 jam.

Studi lintas disiplin UGM juga menemukan tidak bekerjanya manajemen krisis yang cukup efektif di tingkat bawah.

Penyelenggara pemilu di lapangan tak cukup mengetahui apa yang harus dilakukan jika terjadi hal-hal di luar perkiraan, termasuk sakitnya petugas.

Menurut pengalaman empiris penulis sebagai penyelenggara pemilu 2019, terdapat beberapa persoalan yang perlu dimitigasi, yakni: pertama, beban kerja bagi KPPS yang terlalu besar (36 - 48 jam).

Kedua, tidak adanya pemeriksaan kesehatan menyeluruh, utamanya terkait komorbid. Ketiga, kurang efektifnya bimtek KPPS khususnya terkait penghitungan suara.

Keempat, pengisian formulir dan salinannya yang memakan waktu lama. Kelima, tidak berjalannya management krisis pada hari H jika terjadi permasalahan kesehatan.

Mitigasi Pemilu 2024

Untuk mencegah pemilu 2024 berakhir menjadi "bloody" pemilu dan menjadikan pesta rakyat riang gembira, ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh penyelenggara pemilu.

Pertama, memastikan syarat usia untuk KPPS. Peraturan KPU No 8/2022 Tentang Pembentukan Badan Adhoc Pasal 35 ayat (2) menyebutkan “persyaratan usia untuk KPPS mempertimbangkan rentang usia 17 sampai dengan 55 tahun.”

KPU dan jajarannya perlu memastikan syarat usia tersebut dipenuhi, meskipun tidak mudah merekrut petugas pemilu di lapangan.

Kedua, perlu kerjasama dengan Dinas Kesehatan dan Puskesmas di masing-masing wilayah untuk memastikan KPPS mampu secara jasmani dan rohani.

Secara konkret kerjasama pemeriksaan kesehatan tidak hanya dengan pemeriksaan formalitas saja melainkan dapat secara komprehensif (MCU) memastikan calon petugas pemilu tidak memiliki penyakit penyerta (komorbiditas) atau tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus, tuberkulosis, stroke, kanker, penyakit jantung, penyakit ginjal, penyakit hati, penyakit paru, dan penyakit imun.

Tantangannya adalah pembiayaan, Pemerintah Daerah perlu memfasilitasi sesuai ketentuan Pasal 434 UU No 7/2017 Tentang Pemilu: “untuk kelancaran pelaksanaan tugas, wewenang, dan kewajiban Penyelenggara Pemilu, Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan bantuan dan fasilitas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Bantuan pemeriksaan kesehatan gratis dapat diberikan melalui layanan puskesmas/rumah sakit pemerintah. Selain itu dapat diberikan suplemen multivitamin untuk menjaga daya tahan tubuh petugas pemilu.

Ketiga, layanan kesehatan pada hari pemungutan suara dan rekapitulasi suara di kecamatan. Sebagai bentuk managemen krisis perlu disiagakan ambulans dan layanan kesehatan keliling dari dokter atau puskesmas.

Keempat, managemen bimtek yang efektif. Berdasarkan studi UGM menyebutkan kurangnya bimtek menjadi kontributor permasalahan kelelahan petugas pemilu.

Penyelenggara pemilu perlu mendesain bimtek dengan lebih kreatif, misalnya pra-bimtek memfokuskan pada aspek kognitif melalui platform digital dengan memperbanyak animasi dan video yang dapat diakses dan dipelajari dari rumah petugas pemilu masing-masing.

Sedangkan bimtek yang difasilitasi anggaran di kelurahan menekankan psikomotor dengan simulasi dan praktikum pengisian formulir hasil pemilu dan salinannya.

Kelima, penyederhanaan pengisian dan salinan formulir hasil pemilu. Pada pemilu 2019, petugas harus mengisi 23 jenis formulir kurang lebih 100 lembar form dan untuk salinan lima rangkap termasuk untuk sejumlah saksi yang hadir di TPS.

Penyederhanaan dan kemudahan mengisi formulir hasil pemilu dan memperbanyak salinan dengan mesin fotocopy atau gadget/aplikasi dalam bentuk dokumen digital dapat menjadi solusi.

Pemilu yang kurang 120 hari lagi masih fokus pada pencalonan presiden-wakil presiden. Penting kiranya bagi publik untuk bersama-sama mendorong penyelenggaraan pemilu yang memenuhi perlindungan hak kesehatan.

Prinsip adil dalam penyelenggaraan pemilu, tidak hanya adil bagi peserta pemilu dan pemilih, tapi juga adil bagi penyelenggara pemilu.

Penting bagi stakeholder kepemiluan memastikan prinsip adil diterapkan dan di-ejawantah-kan bagi petugas pemilu 2024 ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com