SEMARANG, KOMPAS.com - Pengamat politik Universitas Diponegoro Nur Hidayat Sardini menilai tak etis jika Gibran Rakabuming Raka tidak berpamitan kepada Ketua Umum PDI-P, Megawati Soekarnoputri usai memutuskan menjadi cawapres Prabowo Subianto.
Pasalnya, berkat diusung dan dimenangkan oleh PDI-P, putra sulung Presiden Jokowi itu kini dapat menjabat sebagai Wali Kota Solo. Sedangkan Prabowo merupakan kubu lawan dari capres PDI-P, yakni Ganjar Pranoro-Mahfud MD.
Baca juga: Gibran Jadi Cawapres Prabowo, Gerindra Jateng Semakin Optimistis Menangkan Pilpres
“Kalau yang dia lakukan pergi begitu saja tanpa menyatakan status dirinya di depan Bu Mega atau PDI-P, ya tidak etis, sama sekali tidak etis,” tegas Ketua Bawaslu periode 2008-2011 itu, Senin (23/10/2023).
Dosen Ilmu Pemerintahan FISIP Undip itu menilai mestinya Gibran memahami etika politik dan menghargai partai yang membesarkan dirinya.
"Saya rasa dia tidak mungkin akan menjadi kepala daerah, jika tidak ada usungan dari partai terutama PDI-P. Memang ini tidak ada dasar hukumnya dalam membangun argumentasi ini. Tetapi siapa pun kan dia ada karena PDI-P, berangkat dari proses yang sangat panjang," katanya.
Belum lagi, waktu itu PDI-P menggelar semacam konvensi yang pada akhirnya membolehkan Gibran yang belum dua tahun menjadi kader untuk bisa maju dalam pemilihan Wali Kota Solo.
"Itu melanggar peraturan partai. Karena peraturan partai itu kan menyatakan sudah pernah jadi pengurus minimal dua tahun, tetapi oleh kebijakan Bu Mega, saya meyakini penghargaan Bu Mega kepada putra presiden, maka kemudian ini disahkan," bebernya.
Dia pun berharap Gibran berpamitan kepada Megawati dan PDI-P sebelum bertarung di Pilpres 2024 mendatang.
"Datang tampak muka, pulang dengan punggung gitu loh. Jadi datang dengan baik keluar harus dengan baik pula menurut saya," ujarnya.
Terlebih lagi, saat mendaftarkan diri sebagai cawapres ke KPU, otomatis Gibran tak berstatus kader PDI-P.
"Kalau dia dikabarkan diusung partai Golkar ya maka dia akan menjadi partai Golkar. Kalau menjadi partai Golkar ya harus keluar dari PDI-P atau pemisahan tegas antara partai yang sebelumnya dan partai yang setelahnya dong. Dan itu semua kan tidak hanya orang pergi-pergi gitu ya, tapi juga harus pamit," tandasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.