SEMARANG, KOMPAS.com-Sepanjang kemarau 2023 sebanyak 5 Tempat pembuangan Akhir (TPA) di Jawa Tengah mengalami kebakaran.
Pakar Lingkungan Universitas Diponegoro (Undip) Sudharto P Hadi menilai saat ini bukan saja krisis udara bersih yang menghantui, tapi krisis sampah juga terjadi di banyak daerah di Indonesia.
“Jadi kita ini menghadapi dua krisis, pertama pencemaran udara, dua sampah. Fenomena ini dimana-mana bukan hanya di Jateng, juga di Jogja, Bandung. Jadi kita mengalami krisis sampah. Saya kira ini momentum kita untuk memperbaiki pola penanganan sampah,” tutur Sudharto melalui sambungan telepon, Selasa (3/10/2023).
Baca juga: DLH Jabar Ungkap Asal Sampah yang Menumpuk di Pantai Sukabumi
Pihaknya menilai krisis sampah terjadi karena pengelolaan kebanyakan TPA di Indonesia masih menerapkan pembuangan terbuka atau open dumping.
Akibatnya kapasitas penampungan TPA menjadi lebih cepat penuh ketimbang perhitungan teknis yang semestinya dapat menampung lebih banyak sampah.
“Jadi kalau dicermati TPA pada umumnya penuh lebih cepat dari umur teknis yang diperkirakan. Artinya itu memberi pelajaran bahwa pengelolaan TPA kita pada umumnya bukan hanya di Jateng, belum cukup bagus,” tegasnya.
Baca juga: Kebakaran Gudang Rongsok di Solo, Puluhan Warga Mengungsi
Padahal menurut UU Nomor 18 Tahun 2008 mengatur pengelolaan sampah di TPA di Indonesia harus menerapkan prinsip control/sanitary landfill.
Dengan menerapkan sanitary landfill, sampah yang dibuang tidak ditinggal dan dibiarkan di TPA begitu saja. Namun sampah buangan dari truk ditimbun dalam lahan cekung, dipadatkan dengan alat berat dan ditimbun dengan tanah.
“Tapi yang terjadi kan open dumping (pembuangan terbuka), jadi truk mengangkut dan langsung membuang. Sehingga daya tampungnya cepat terpenuhi,” tuturnya.
Belum lagi, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Jateng mencatat kapasitas penampungan 33 TPA di Jateng sudah penuh sejak tahun lalu.
“Kondisi TPA pada umumnya enggak bagus, bau, debu, jajaran sampah, potensi lindi itu kontaminasi licit sangat tinggi. Dengan kondisi itu maka ketika TPA penuh, untuk mencari lokasi baru susah karena ada penolakan dari warga sekitar,” ungkapnya.
Menurutnya pemerintah harus tegas menegakkan aturan penerapan sistem control dan sanitary landfill, sehingga bencana seperti kebakaran bisa dicegah.
“Sudah ada UU, kalau dilanggar yah arus diberi sanksi. Masih banyak yang open dumping itu kan pelanggaran berarti. Jadi ini momentum kita untuk memperbaiki, sudah saatnya TPA dikelola dengan prinsip sanitary landfill. Sebagaimana amanat UU 18 2008. Paling tidak control landfill,” ujarnya.
Lebih lanjut, masyarakat juga perlu berperan aktif dalam pengurangan sampah dengan memilah sampah di tingkat TPS. Dengan memanfaatkan sampah organik jadi pupuk turut mengurangi beban dari hulu sampai TPA.
“Harus ketat ketika warga sudah memilah organik dan anorganik, saat diangkut truk juga harus dipilah. Jadi pengelolaan mulai dari hulu, tengah di TPS, hilirnya di TPA,” tandasnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.