KOMPAS.com - Polisi menyalahkan angin atas masuknya gas air mata ke wilayah sekolah saat konflik penolakan proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco City pada 7 September lalu, kata Komnas HAM.
Komisioner Komnas HAM, Putu Elvina, mengatakan Kapolresta Barelang menyebut bahwa tindakannya sudah sesuai prosedur operasi standar aparat kepolisian dalam mengamankan aksi huru-hara.
"Penggunaan gas air mata tidak diarahkan secara khusus ke lokasi SDN 24 Galang dan SMPN 22 Galang, namun karena hembusan angin maka gas air mata tidak dapat terhindarkan masuk ke lingkungan sekolah dan menimbulkan dampak kepada para siswa dan guru," kata Putu yang memaparkan laporan Komnas HAM dalam konferensi pers, Jumat (22/09).
Ini bukan pertama kalinya angin disalahkan atas kekacauan yang terjadi akibat penembakan gas air mata.
Baca juga: Komnas HAM Akan Panggil Kepala BKPM hingga Kapolri Bahas Masalah Pulau Rempang
Sebelumnya, dua polisi yang menjadi terdakwa dalam kasus Tragedi Kanjuruhan Malang divonis bebas setelah hakim menyatakan sampainya gas air mata ke tengah lapangan, yang menyebabkan kepanikan dan kekacauan, disebabkan oleh embusan angin.
Komnas HAM mengungkapkan temuannya dalam penyelidikan ke Kota Batam dan Pulau Rempang, Jumat kemarin (22/09). Penyelidikan itu mereka lakukan pada tanggal 15 hingga 17 September.
Dari penyelidikan tersebut, Komnas HAM menemukan indikasi kuat terjadi pelanggaran HAM dalam serangkaian peristiwa bentrok penolakan PSN Rempang Eco City, Batam yang terjadi pada tanggal 7 dan 11 September.
Komisioner Komnas HAM, Saurlin P Siagian, mengatakan indikasi tersebut kini sedang didalami oleh Komnas HAM untuk memastikan apakah benar-benar terjadi pelanggaran HAM atau tidak.
"Saya kira itu sudah menunjukkan indikasi yang kuat terjadi pelanggaran HAM, tetapi tentu kami perlu dalami fakta-faktanya, sehingga kami bisa membuat suatu kesimpulan terkait gradasi pelanggaran HAM tadi," kata dia dalam konferensi pers.
Baca juga: Komnas HAM: Konflik PSN Rempang Eco City Terindikasi Kuat Terjadi Pelanggaran HAM
Sebelumnya, investigasi yang dilakukan sembilan organisasi masyarakat sipil menemukan dugaan pelanggaran HAM di Pulau Rempang saat aparat bentrok dengan warga yang menolak digusur demi pembangunan PSN Rempang Eco City.
Pertama, kata Uli, adalah hak atas rasa aman dan bebas dari diskriminasi.
"Ada penggunaan kekuatan berlebihan. Kemudian juga penggunaan gas air mata yang tidak terukur sehingga menyebabkan korban," ujarnya.
Kedua adalah hak atas memperoleh keadilan. Ada pembatasan akses terhadap bantuan hukum 8 tersangka yang sudah dibebaskan ketika proses penyelidikan dan penyidikan, kata Uli.
Ketiga, hak atas tempat tinggal yang layak. Ini terkait dengan rencana relokasi - yang disebut sebagian warga Rempang sebagai penggusuran - yang berdampak secara langsung terhadap perkampungan Melayu Kuno.
"Keempat, adalah hak anak dan perlndungan anak, ada siswa SDN 24 dan SMPN 22 yang terdapak penggunaan gas air mata," kata Uli.
Baca juga: Bayi 8 Bulan yang Terkena Gas Air Mata Saat Kericuhan di Rempang, Kini Kondisinya Membaik
Terkait hal itu, Komnas HAM juga menemukan seorang bayi berusia 8 bulan yang "terdampak hebat" oleh gas air mata. Bayi itu disebut mengalami sesak napas hebat, tetapi saat ini dalam kondisi baik sesudah dibawa ke rumah sakit.
Kelima, hak atas kesehatan. Dalam kasus Rempang, pemerintah disebut berupaya mengosongkan puskesmas dan tenaga kesehatan di Pulau Rempang.
"Dan memang terkonfirmasi, ada upaya pengosongan Puskesmas di Pulau Rempang dan Tenaga kesehatan di Pulau Rempang sehingga faskes tidak bisa berfungsi maksimal, dan kedepannya mungkin juga faskes akan dipindahkan, tapi ini butuh pendalaman," imbuh Uli.
Keenam, terkait dengan bisnis dan HAM. PSN disebut akan berdampak "sangat buruk" bagi masyarakat di Pulau Rempang terutama masyarakat adat Melayu.
Komisioner Komnas HAM Putu Elvina mengatakan Polresta Barelang kini sedang mengupayakan trauma healing untuk siswa-siswi SDN 24 Galang dan SMPN 22 Galang yang terdampak oleh gas air mata.
"Dengan melibatkan psikolog dan tenaga profesional sebagai upaya pemulihan psikologis siswa terdampak peristiwa konflik masyarakat Pulau Rempang," kata Putu.
Baca juga: Temuan Komnas HAM: 10 Siswa dan 1 Guru SMP 22 Galang Sesak Nafas Imbas Bentrok di Rempang
Komnas HAM akan menindaklanjuti penyelidikan ini dengan melakukan pendalaman temuan-temuan faktual dan analisis HAM serta menemui pihak-pihak terkait.
Baca juga: Ikut Membantu di Dapur Umum Warga Rempang, Istri Wakil Walkot Batam Diperiksa Polisi
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.