BANGKA TENGAH, KOMPAS.com - Sebuah pondok kayu di tengah kebun menjadi saksi saat Kario (45) meracik dan melafalkan pantun khas Melayu.
Kalau sudah membuat badi
Jangan hulunya dicabut-cabut
Kalau sudah berbuat baik
Jangan selalu disebut-sebut
Pondok yang dikelilingi pohon kelapa itu juga menjadi tempat bagi Kario untuk memperkenalkan pantun melayu ke generasi muda.
Baca juga: Seniman Pangandaran Berjuang Kenalkan Gondang Buhun di Tengah Kemajuan Zaman
Kario merupakan senimal asal Kurau, Bangka Tengah, Kepulauan Bangka Belitung, yang mendedikasikan hidupnya untuk menjaga pantun Melayu.
Baca juga: Cerita Seniman Tradisi Badud Pangandaran, Pernah Dicemooh dan Dibayar Alakadarnya
Dia telah menekuni seni tradisi ini sejak umur sembilan tahun.
"Saya belajar dari orang-orang tua. Pantun Melayu adalah tradisi yang harus dilestarikan. Saya sejak dulu fokus di pantun, bukan gurindam dan syair," kata Kario saat berbincang dengan Kompas.com di pondoknya, Selasa (19/9/2023).
Kario saat ini kerap dipercaya sebagai juri dalam lomba pantun daerah. Dia juga sering mengisi acara pantun yang digelar instansi pemerintah.
Sementara pada hari-hari biasa, Kario mengisi pantun untuk acara hajatan. Dia tidak mematok harga khusus untuk setiap penampilan.
"Ada yang dibayar Rp 300.000, ada Rp 500.000. Tapi saya pernah juga dibayar sampai Rp 3 juta. Waktu itu yang punya acara jenderal polisi," ujar Karyo.
Setiap Jumat, Kario rutin mengisi acara berpantun pada siaran radio lokal. Siaran yang berlangsung selama tiga jam itu telah dilakoninya selama hampir 19 tahun.
Kario juga pernah tampil pada acara "Si Bolang" dan film "Mentari Dari Kurau".
Kario menilai perhatian pemerintah daerah terhadap seniman pantun melayu masih kurang.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.