Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Ini Tanah Nenek Moyang Kami, Bukan Tanah TNI AU"

Kompas.com - 09/09/2023, 08:22 WIB
Rachmawati

Editor

 

Konflik agraria terlama di Indonesia

Sengketa tanah antara warga Wates dan TNI AU yang telah berlangsung sejak 1950 ini merupakan salah satu konflik agraria terlama di Indonesia, yang telah berlangsung selama 73 tahun.

Ismal Muntaha dari BKP mengungkapkan sejumlah faktor menjadi penyebab mengapa sengketa lahan antara warga Wates dan otoritas angkatan udara itu sulit diselesaikan.

Selain berhadapan dengan institusi milter, kata Ismail, warga tidak memiliki surat tanah yang menguatkan posisi mereka terhadap tanah itu.

“Kami posisinya sama-sama kosong-kosong. TNI juga nggak punya alas hak, kami juga tidak punya alas hak secara legal formal,” ujar Ismal.

Penentuan siapa yang lebih berhak atas hak itu, menurutnya, bisa merujuk pada ketentuan dalam Undang-Undang Pembaruan Agraria.

“Barang siapa yang merawat tanah tersebut lebih dari 20 tahun, dia yang berhak mengajukan (legalitas formal), tapi balik lagi kita berhadapan dengan satu institusi militer yang kuat,” papar Ismal yang juga warga Wates ini.

Baca juga: Bekerja di Arab Saudi, TKW Asal Majalengka Hilang Selama 18 Tahun

Kasus Dusun Wates ini satu dari sekian kasus konflik agraria dengan klaim fasilitas militer yang terjadi di Indonesia.

Kepala Departemen Kampanye Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Benny Wijaya menyebutkan ada pola tertentu terkait klaim tanah aset TNI di atas tanah warga.

Pada masa peperangan, misalnya, banyak warga yang meminjamkan lahannya untuk tempat latihan perang. Namun setelah peperangan usai, tiba-tiba pihak TNI mengeklaim secara sepihak.

“Langsung diklaim sepihak saja sama TNI karena merasa hero, merasa sudah berkorban untuk bangsa dan negara akhirnya mereka merasa ini tanah kami,” ujar Benny yang dihubungi melalui sambungan telepon, Selasa (29/8/2023).

Nahasnya, lanjut Benny, masyarakat dulu tidak mempunyai kecakapan dalam konteks administrasi legalitas. Kondisi itu seringkali menjadi jebakan pada masyarakat karena tidak ada perjanjian tertulis.

Baca juga: Cerita Lucu Calon Jemaah Haji asal Majalengka, Minta Turun Pesawat karena Belum Kasih Makan Ayam

Padahal, kata Benny, Undang-Undang Pembaruan Agraria (UUPA) menjamin mereka yang mempunyai hak kesejarahan itu yang sangat berkepentingan mendapatkan pengakuan tersebut.

“Nah persoalannya, di rezim ini agraria kita enggak seperti itu. Bahkan, masyarakat yang sudah punya sertifikat pun kadang juga tidak punya kekuatan karena karut marutnya administrasi agraria kita. Maka akhirnya seringkali terjadi situasi-situasi seperti itu,” beber Benny.

Catatan Akhir Tahun 2022 KPA melaporkan sebanyak enam kasus konflik agraria warga versus militer di 2022. Enam kasus itu melibatkan lahan seluas 213.048 hektar dan berdampak pada 122.082 keluarga.

Pertama, sebanyak 3.134 keluarga di Desa Sukamulya, Bogor, Jawa Barat, menghadapi konflik agraria yang bermula dari klaim sepihak TNI AU atas tanah seluas 1.000 hektar dengan dalih warisan dari kolonial Jepang. Atas klaim itu, TNI AU telah lahan itu ke dalam invetaris kekayaan negara pada 2009.

Baca juga: Gantikan Ibunya yang Meninggal Dunia, Rizky Jadi Calon Jemaah Haji Termuda di Majalengka

Catatan Akhir Tahun 2022 KPA melaporkan sebanyak enam kasus konflik agraria warga versus militer di 2022. Enam kasus itu melibatkan lahan seluas 213.048 hektar dan berdampak pada 122.082 keluarga.YULI SAPUTRA Via BBC Indonesia Catatan Akhir Tahun 2022 KPA melaporkan sebanyak enam kasus konflik agraria warga versus militer di 2022. Enam kasus itu melibatkan lahan seluas 213.048 hektar dan berdampak pada 122.082 keluarga.
Padahal, desa seluas 1.070 hektare itu sudah ditempati warga sejak Indonesia belum merdeka dan sudah didaftarkan dalam buku tanah di desa. Bahkan, beberapa di antaranya sudah bersertifikat hak milik.

Dalam catatan KPA, sengketa lahan seluas 65 hektare di kawasan pesawahan Desa Seituan, Deli Serdang, Sumatera Utara, telah memicu kericuhan antara warga dan TNI. Penduduk yang tercatat di Desa Seituan tercatat sekitar 5.677 keluarga.

Sementara itu, lahan seluas 2.000 meter persegi milik warga di Desa Watutumou 3, yang terletak di Minahasa Utara, Sulawesi Utara, diklaim milik TNI Angkatan Darat. Padahal tanah tersebut tidak pernah dijual, apalagi dihibahkan.

Adapun, Korem 092 Maharajalila dan Kodim 0903 Bulungan melakukan pengosongan lahan di area bekas Kipan D Yonif Raider 613/Rja, Desa Gunung Seriang, Tanjung Selor, Bulungan, Kalimantan Utara.

Belasan warga yang menempati area tersebut dengan luasan sekitar enam hektare harus berhadapan dengan TNI yang mengerahkan sebanyak 150 personel untuk upaya pengosongan dan pemindahan barang milik warga.

Baca juga: Anggota DPRD Majalengka yang Tabrak Warga Kuningan Resmi Jadi Tersangka

Kelima, sekitar 43 keluarga di Desa Manggar, Balikpapan, Kalimantan Timur harus menerima kekalahan atas tanah yang mereka tempati.

Kapendam VI/Mulawarman Kolonel M Taufik Hanif kala itu menjelaskan, pihaknya telah mendapatkan hibah dari Pemprov Kaltim sesuai SK Gubernur. Dari 1.000 hektare lahan yang diberikan, 500 hektare sudah disertifikasi.

Keenam, konflik lahan dengan luas sekitar 932 hektar ini terjadi antara TNI Angkatan Laut dengan warga Desa Balunganyar, Pasuruan, Jawa Timur.

Tanah yang dikuasai TNI itu merupakan area latihan militer yang berada di lingkungan pemukiman dengan jumlah penduduk sebanyak 11.363 keluarga.

Pada April tahun silam, tiga rumah warga rusak parah akibat ledakan mortir nyasar saat TNI AL menggelar latihan di sekitar perkampungan warga tersebut.

Dalam konteks hak kepemilikan atas tanah, Benny menjelaskan, sebagai landasan hukum agraria, Undang-Undang Pembaruan Agraria menekankan pada pentingnya hak penguasaan.

Baca juga: Anggota DPRD Majalengka Tabrak Warga, Pelaku Terancam Jadi Tersangka

“Siapa yang menguasai tanah dia yang berhak. Jadi penting sebenarnya untuk mengecek hak sejarah kepemilikan tanah itu,” jelasnya mengacu pada sengketa lahan yang dialami warga Wates.

Dan kenapa konflik agraria warga versus militer ini sulit diselesaikan? Benny menilai, penyebabnya lantaran tidak ada political will atau keinginan politik yang kuat dari pemerintah untuk menyelesaikan konflik tersebut.

“Mau gak pemerintah mengurai konflik yang melibatkan unsur TNI ini? Kenyataannya kan enggak. Kenyataannya, sengaja atau tidak, itu dibiarkan saja,” ujar Benny.

“Ini tidah hanya pada konflik dengan TNI saja, tapi juga di semua sektor perkebunan, kehutanan, dan lain-lain. Memang keinginan politik pemerintah ini sangat lemah sekali. Tidak ada niat kalau kita lihat dalam konteks penyelesaian konflik-konflik tersebut,” cetusnya.

Berpuluh-puluh tahun tanah adatnya menjadi sengketa, membuat sejumlah warga Wates merasa masih “dijajah”. Salah satunya adalah Diah, yang keluarganya telah turun temurun mendiami desa itu.

"Indonesia kan sudah merdeka yah, tapi bagi kami rasanya belum merdeka,” tutur Diah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prakiraan Cuaca Manado Hari Ini Kamis 9 Mei 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Manado Hari Ini Kamis 9 Mei 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Ringan

Regional
Banjir Bandang Rendam Ratusan Rumah di Melawi Kalbar, Jembatan Putus

Banjir Bandang Rendam Ratusan Rumah di Melawi Kalbar, Jembatan Putus

Regional
Polisi Gagalkan Peredaran 145 Bungkus Jamur Tahi Sapi di Gili Trawangan

Polisi Gagalkan Peredaran 145 Bungkus Jamur Tahi Sapi di Gili Trawangan

Regional
Bantah Pemerasan, Kejati NTB Sebut Pegawai Kejagung Ditangkap karena Bolos

Bantah Pemerasan, Kejati NTB Sebut Pegawai Kejagung Ditangkap karena Bolos

Regional
Jaga Kekondusifan Setelah Pemilu, Perayaan HUT Ke-283 Wonogiri Dilakukan Sederhana

Jaga Kekondusifan Setelah Pemilu, Perayaan HUT Ke-283 Wonogiri Dilakukan Sederhana

Regional
Pengakuan Ibu Racuni Anak Tiri di Riau: Saya Kesal sama Bapaknya

Pengakuan Ibu Racuni Anak Tiri di Riau: Saya Kesal sama Bapaknya

Regional
Selesaikan Persoalan Keterlambatan Gaji PPPK Guru di Kota Semarang, Mbak Ita: Sudah Siap Anggarannya, Gaji Cair Sabtu Ini

Selesaikan Persoalan Keterlambatan Gaji PPPK Guru di Kota Semarang, Mbak Ita: Sudah Siap Anggarannya, Gaji Cair Sabtu Ini

Regional
Beri Sinyal Maju Pilkada Semarang, Mbak Ita: Tinggal Tunggu Restu Keluarga

Beri Sinyal Maju Pilkada Semarang, Mbak Ita: Tinggal Tunggu Restu Keluarga

Regional
Terjepit di Mesin Conveyor, Buruh Perusahaan Kelapa Sawit di Nunukan Tewas

Terjepit di Mesin Conveyor, Buruh Perusahaan Kelapa Sawit di Nunukan Tewas

Regional
Hejo Forest di Bandung: Daya Tarik, Biaya, dan Rute

Hejo Forest di Bandung: Daya Tarik, Biaya, dan Rute

Regional
Kronologi Pria di Majalengka Bakar Rumah dan Mobil Mantan Istri Lantaran Ditolak Rujuk

Kronologi Pria di Majalengka Bakar Rumah dan Mobil Mantan Istri Lantaran Ditolak Rujuk

Regional
Terima Laporan Rektor Universitas Riau ke Mahasiswanya, Polda: Kami Coba Mediasi

Terima Laporan Rektor Universitas Riau ke Mahasiswanya, Polda: Kami Coba Mediasi

Regional
Maju Pilkada 2024, Anak Mantan Bupati Brebes Ikut Penjaringan 3 Parpol Sekaligus

Maju Pilkada 2024, Anak Mantan Bupati Brebes Ikut Penjaringan 3 Parpol Sekaligus

Regional
Prakiraan Cuaca Batam Hari Ini Kamis 9 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Berawan

Prakiraan Cuaca Batam Hari Ini Kamis 9 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Berawan

Regional
Prakiraan Cuaca Balikpapan Hari Ini Kamis 9 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Balikpapan Hari Ini Kamis 9 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com